Obrolan Kosong dalam Timbangan Teori Penetrasi Sosial


Briant Nor Pradhuka

Dosen Ilmu Komunikasi UNUD


Berangkat dari salah satu konten Instagram @awamprakoso yang diunggah pada 8 Januari 2025, menyampaikan betapa pentingnya sebuah hubungan kedekatan emosional antara orang tua dengan anaknya, yang dibangun melalui “komunikasi obrolan kosong”, ini mendapatkan banyak umpan balik dari masyarakat digital Instagram. Sejauh ini pada Kamis 23 Januari 2025, pukul 07.00 WITA, masyarakat digital Instagram merespon dengan 67,7K menyukai konten, 20,4K akun membagikan konten, dan 581 memberikan respon komentar. Dari pendapat masyarakat digital melalui komentar, mayoritas setuju, memberi dukungan, dan menceritakan pengalaman mereka saat menjadi anak serta peran mereka ketika menjadi orang tua bahwa “komunikasi obrolan kosong” ini sangat berdampak dan memberikan kedekatan emosional hubungan antara orang tua dengan anak.

 

Sama seperti yang dialami oleh penulis, bahwa bisa sangat bersyukur karena diberikan kesempatan memiliki kedua orang tua yang senantiasa mengajak anak-anaknya untuk berkomunikasi dengan “obrolan-obrolan kosong” sedari dini. Bapak dan Ibu penulis selalu memberikan waktu dan kesempatan kepada anak-anaknya untuk menceritakan apa saja yang dialami selama sekolah, sepulang bermain dengan teman-teman, menyampaikan apa saja yang dialami dan dirasakan dari SD sampai kuliah. Dan bahkan sampai saat ini pun secara sukarela anak-anaknya selalu menyampaikan hal-hal kecil dan luar biasa kepada orangtuanya. Meminta saran, pertimbangan, obrolan basa-basi, bercanda menjadi hal-hal keseharian komunikasi dalam keluarga ini. Dari pengalaman ini, penulis merasakan kedekatan emosional yang baik dengan keluarganya.

 

Dalam Instagramnya, @awamprakoso menyampaikan “obrolan kosong” adalah percakapan ringan, tidak produktif, basa-basi tanpa ada tujuan atau topik yang bermakna. Ibaratnya seperti obrolan dengan teman, obrolan ringan tanpa beban. @awamprakoso juga menyampaikan bahwa “obrolan kosong” ketika dipraktikkan sejak dini kepada anak-anak, memiliki manfaat menguatkan bonding (hubungan kuat, intim, dan mendalam) antara orang tua dengan anaknya. Anak-anak tidak khawatir akan dinilai, diceramahi, dinasehati, dan dihakimi. Pengalaman penulis juga sama seperti apa yang disampaikan @awamprakoso, kedekatan penulis dengan orang tuanya begitu asyik dan nyaman. Hubungan mereka begitu dekat dan akrab. Segala hal yang dialami oleh penulis dan saudaranya, bisa disampaikan dengan baik kepada orang tuanya, tanpa rasa takut dihakimi dan diadili. Salah satu keberhasilan orang tua adalah bisa membangun hubungan baik dengan anak-anaknya. Dari hubungan baik inilah, orang tua bisa leluasa memberikan edukasi dan informasi yang bisa diterima baik oleh anak-anaknya untuk kebaikan mereka.

 

Selain bonding orang tua kepada anaknya, “obrolan kosong” memberikan beberapa manfaat, seperti yang penulis alami, yaitu timbulnya rasa hangat, sayang, nyaman, dan percaya kepada orang tua; Meningkatkan rasa mandiri, pencaya diri, tanggung jawab, dan tangguh; Mengurangi perilaku negatif dan meningkatkan prestasi; Menguatkan ketahanan mental. Manfaat-manfaat tersebut muncul dari hubungan hangat melalui proses intensitas komunikasi antara anak dan orang tua penulis. Hubungan hangat ini sangat membantu membangun sikap saling percaya, saling mendukung, dan saling mengkuatkan. Hal ini sebenarnya sangat relate menjadi salah satu langkah penyelesaian permasalahan apabila dikaitkan isu-isu problematika yang dialami oleh generasi remaja “Gen Z”, yang mungkin masih belum terbangun hubungan hangat dan intiim dengan orang tuanya.

 

Dalam beberapa jurnal dan artikel penelitian menyebutkan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang dialami oleh Gen Z, permasalahan tersebut seperti kesehatan mental (over thinking atau kecemasan, kekhawatiran, & ketakutan), kecanduan hal-hal negatif (sosial media, pornografi, judi online, dan obat-obatan), sikap kasar dan temperamental, susah fokus, cyber bullying, tekanan sosial, dan beberapa permasalahan lainnya. Dari problematika-problematika tersebut, peran dan andil orang tua sebagai orang terdekat sangat diperlukan untuk meminimalisir, bahkan meredamkan permasalahan-permasalahan tersebut. Dimulai dengan “obrolan kosong” dengan tujuan menciptakan hubungan hangat. Lantas bagaimana jika orang tua belum menerapkan “obrolan kosong” kepada anaknya? Sesegera mungkin menyampaikan “obrolan kosong” dengan pendekatan melaui langkah-langkah “penetrasi sosial”.

 

Penetrasi sosial merupakan konsep teori yang diajukan oleh 2 ahli psikologi yaitu Irwin Altman dan Dalmas Taylor pada tahun 1973. Teori ini menyampaikan bahwa hubungan interpersonal berkembang melalui pengungkapan diri yang berakhir sebagai teman baik. Melalui tahap-tahap hubungan yang teratur (seperti lapisan bawang), hubungan akan terbanun dan berjalan dari proses hubungan pendekatan, hingga terjalin hubungan hangat yang intim diantara keduanya. Beberapa step atau tahapan dalam teori ini, diawali dengan tahap orientasi, tahap penjajakan, tahap pertukaran afektif, sampai tahap pertukaran stabilitas.

 

1.    Tahap Orientasi

Tahap orientasi adalah tahap komunikasi awal antara anak dengan orang tua. Dalam tahap ini, bisa dimulai dengan orang tua berinisiatif mulai membuka obrolan dengan anaknya, menanyakan tugas sekolah atau kegiatan ekstrakurikuler. Penting juga di awal proses ini menambahkan konteks “obrolan ringan”. Obrolan ringan dengan maksud berkomunikasi dengan lembut, nyaman, tanpa menghakimi dan menilai. Dari Langkah awal ini hubungan antara anak dan orang tua yang sebelumnya dingin bisa akan sedikit mencair dan mulai ada menumbuhkan benih rasa nyaman dan percaya.

 

2.    Tahap Penjajakan

Tahap penjajakan adalah tahap keterbukaan antara anak dengan orang tua. Ketika anak sudah mulai sedikit nyaman, mereka akan mulai membuka sedikit lebih mendalam terkait perasaan mereka. Mereka akan secara otomatis akan menceritakan tentang teman-teman dan kondisi disekolah, meskipun belum menyampaikan hal-hal pribadi anak. Ketika sudah terbangun rasa sedikit nyaman, diperlukan juga peran orang tua untuk men-treatment lebih dalam “komunikasi obrolan kosong”. Misal dengan memulai memberikan kesempatan anak untuk berkomunikasi tanpa menghakimi, memeluk mereka sambil bercanda. Dari Langkah-langkah ini anak akan lebih nyaman dan percaya kepada orang tuanya. Kalau anak sudah remaja dewasa, perlakukan anak seperti sahabat karib.

 

3.    Tahap Pertukaran Afektif

Tahap pertukaran afektif adalah tahap awal kedekatan antara anak dengan orang tua. Seiring berjalannya waktu, anak mulai nyaman berkomunikasi dengan orang tua mereka menyampaikan masalah-masalah emosi mereka. Mereka akan cerita terkait dengan kecemasan, frustrasi, kebingungan, dan permasalahan-permasalahan lainnya. Dari sini orang tua mulai lebih memahami sisi emosional anak. Sangat penting peran orang tua memberikan dukungan, nasehat, motivasi, dan semangat untuk mereka.

 

4.    Tahap Pertukaran Stabil

Tahap pertukaran stabil adalah tahapan ketika terbangun hubungan hangat intim antara anak dengan orang tua. Dalam hal ini anak lebih sangat terbuka dan sangat nyaman kepada orang tua. Mereka senangtiasa menyampaikan permasalahan-permasalahan dan isu-isu sensitif yang dialaminya. Penting kaitannya peran orang tua untuk selalu dekat, mendukung, memotivasi, merangkulnya, dan selalu hadir untuk menguatkan serta memberikan motivasi dan hal-hal baik untuk anaknya.

 

*****

0 Comments:

Post a Comment