Wahyu
Budi Nugroho
Sosiolog
Universitas Udayana
Inhumanisme
adalah pemikiran yang memosisikan dimensi teknologi lebih tinggi daripada
kemanusiaan. Senada dengan itu, Jean Francois Lyotard mendefinisikan
inhumanisme sebagai pengaburan secara sengaja batas-batas antara manusia dengan
mesin, di mana mesin menjadi lebih tinggi atas manusia. Dalam The Inhuman: Reflections on Time (1991),
Lyotard menyuarakan penolakannya terhadap inhumanisme. Ia berupaya
mengantisipasi Artificial Intelligence
(AI) bertransformasi menjadi Artificial
Life (AL), yang kemudian berpotensi menantang Human Life ‘Kehidupan Manusia’ (HL).
Alasan
penolakan Lyotard sangatlah sederhana, semakin canggih suatu teknologi, semakin
besar pula risiko yang harus ditanggung manusia. Sebagai misal, ketergantungan
akut kita terhadap komputer, bagaimana jika sewaktu-waktu terjadi supernova dan menyebabkan listrik di
seluruh dunia padam, bayangkan kekacauan yang terjadi akibat tak bisa
beroperasinya komputer di seluruh dunia. Terkait hal ini, Lyotard mengingatkan
betapa besarnya otonomi manusia diambilalih oleh komputer. Contoh lain yang
lebih “sepele” namun cukup menghawatirkan adalah peristiwa merajalelanya sebuah
virus komputer di tahun 2000 yang menyebabkan tak berfungsinya 10% server e-Mail di seluruh dunia dalam
sehari dan menyebabkan kerugian milyaran dolar.
Lebih
jauh, Lyotard turut menyoroti problem tekno-sains dalam kapitalisme-lanjut
dengan mengambil misal AL berupa bayi tabung yang sama sekali tak mengetahui
siapa orangtuanya. Hal ini menunjukkan bahwa tekno-sains kapitalisme-lanjut tak
berurusan dengan apa yang benar, apa yang baik, atau apa yang adil, melainkan
sekadar efisiensi dalam pencapaian tujuan, dan dalam kondisi ini, moralitas
bisa lenyap karena yang manusiawi menjadi tak manusiawi. Ini pulalah karakter
tekno-sains kapitalisme-lanjut yang dikecam Lyotard.
Menurut
Lyotard, inovasi teknologi kapitalisme-lanjut tak pernah terpuaskan, digerakkan
oleh hasrat libidinal yang begitu irasional dengan praktik yang sangat rasional
instrumentalis; satu target yang telah dicapai akan segera disusul oleh
target-target lainnya, hingga menuju pada hal-hal tak manusiawi; bahkan menurut
Lyotard, seakan batasan dari inovasi kapitalisme-lanjut adalah ledakan matahari
(baca: kiamat).
Ia
juga mengatakan bahwa istilah “mesin yang berpikir seperti manusia” adalah
mitos. Baginya, mesin tetaplah mesin dan tak bisa menjadi manusia. Mesin tak
pernah bisa merespons heterogenitas atau dissensus, melainkan selalu
penyeragaman. Sementara, heterogenitas dan dissensus adalah karakter utama
manusia, di mana di dalamnya terdapat ketidaktetapan dan ketidakpastian. Maka,
ketika heterogenitas dan dissensus lenyap, sirna pulalah kemanusiaan.
Teknologi, dalam hal ini komputer sebagaimana diutarakan Lyotard, tak memiliki
tanggung jawab; sekadar memiliki tugas.
Komputer
hanya beroperasi dengan sistem kode dan biner sehingga tak menolerir kesalahan
sekecil apa pun. Ini dimisalkan Lyotard dengan seseorang yang mengirim surat
via pos dengan sedikit kesalahan alamat namun surat tersebut tetap sampai ke
tujuan. Berbeda halnya jika tugas mengirim surat itu diserahkan kepada robot
atau komputer, kesalahan sekecil apa pun dalam penulisan alamat surat, akan
membuatnya tak pernah tiba di tujuan. Terkait hal ini, Lyotard menyatakan
diktumnya yang terkenal: “Serahkan yang
manusiawi pada manusia, dan yang tak manusiawi pada nonmanusia”.
Lyotard
turut mengatakan jika teknologi beroperasi lewat serangkaian prosedur yang
dibatasi namun berulang-ulang secara tak terbatas, ini tentu berbeda dari
manusia yang bisa jenuh. Teknologi juga selalu berupaya mencapai presisi
tertinggi, sedangkan pikiran manusia menolak presisi dan batasan. Hal yang
lebih penting lagi adalah, teknologi tak memiliki emosi dan sensasi.
Serangkaian
perbedaan antara teknologi dengan manusia di ataslah yang membuat Lyotard
menyemooh anggapan bahwa teknologi atau mesin bisa menyerupai bahkan menyamai
manusia. Baginya, jika teknologi hendak menjadi manusia, ia harus menyertakan
ketidaktetapan, ketidakpastian, perbedaan, bahkan penderitaan, sebagaimana
berbagai kualitas ini juga ditemui pada diri manusia. Namun, kualitas-kualitas
yang demikian tentu berkontradiksi dengan tujuan tekno-sain kapitalisme lanjut
yang selalu berupaya mencapai efisiensi.
*****
0 Comments:
Post a Comment