"Disobedience is the true foundation of liberty. The obedient must be salves"
Mengenal Henry David Thoreau
Henry David Thoreau lahir di Concord, Massachusetts, 12 July 1817. Thoreau lahir dari pasangan John Thoreau dan Cynthia Dunbar Thoreau, pengrajin pensil keturunan Perancis. Hidup dari keluarga miskin tidak membuatnya menyerah hingga ia dapat diterima di Harvard pada usia enam belas tahun. Setelah lulus, ia mulai menulis jurnal dan berkolega dengan para cendikiawan Concord seperti Ralph Waldo Emerson dan William Ellery Channing. Thoreau pun menjadi pengikut aliran pemikiran Transendentalisme sembari mengajar di Concord Academy, sebuah sekolah yang ia dirikan bersama saudaranya.
Thoreau hadir di antara bentangan sejarah pemikiran romantisme di Amerika Serikat. Sebagian menyebutnya seorang naturalis, abolisionis, cendikiawan praktis, individualis ekstrem bahkan anarkis. Namanya sering dikonotasikan dengan sudut pandang yang negatif. Emerson, mentornya, pernah mengatakan bahwa Thoreau adalah “orang yang paling tidak diinginkan keberadaannya di Amerika” terutama oleh para elit negara yang sering diusik melalui tulisan-tulisan Thoreau yang kritis. Dari pelbagai julukan, semua orang –setidaknya saya sendiri– pasti setuju bahwa sederhananya Thoreau adalah seorang pembangkang.
Ciri Thoreau sebagai pembangkang dapat dilihat dari hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya. Thoreau dinilai memiliki kepribadian yang cenderung anti-mainstream oleh para koleganya. Ia selalu menutup diri dan cenderung menikmati kesendirian dengan mengisolasi dirinya di sebuah pondok kecil milik Emerson di Walden Pond. Ia hidup sangat sederhana di hutan selama dua tahun, menjauhi kehidupan “normal” masyarakat yang dinilainya sudah terlalu jauh menyeburkan diri pada pola hidup materialistik.
Memahami Civil Disobedience (Pembangkangan Sipil)
Thoreau menyusun esai penting dalam pemikiran politik barat yang membuat Thoreau meraih reputasinya sebagai pemikir dan pembangkang besar abad itu yang kini dikenal dengan judul Civil Disobedience. Penyusunan esai ini dilatarbelakangi oleh perang Meksiko (1846-1948) dan dijadikan materi yang ia sampaikan di perkuliahnya. Esai tersebut kemudian diterbitkan pertama kali pada tahun 1949 dengan judul awal Resistance to Civil Government.
Civil disobedience (dalam bahasa Indonesia diterjemahkan: pembangkangan sipil) menunjuk pada pembangkangan terhadap kebijakan publik. Pada mulanya istilah ini merupakan simbol penentangan terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Istilah ini kemudian dikembangkan pada setengah abad kemudian oleh banyak tokoh, di antaranya Leo Tolstoy dan Mahatma Gandhi, di mana kemudian gerakan yang berdasar pada istilah ini ditegaskan oleh Martin Luther King Jr.
Dalam esainya, Thoreau berargumen bahwa manusia berkewajiban secara moral menentang kebijakan pemerintah jika kebijakan tersebut bertentangan dengan suara hatinya (conscience). Ia menyatakan bahwa kebebasan otentik individu tidak termasuk kodrat pemerintahan. Malahan, ia mengajak pembacanya untuk mencabut diri dari kekangan jika mesin yang bernama pemerintah itu mendukung ketidakadilan. Thoreau menawarkan sebuah perlawanan pasif dengan cara mencabut dukungan dan peran individu dari pemerintah sampai suatu kebijakan yang dianggap merugikan itu dicabut.
Thoreau berpendapat bahwa pemerintah yang baik adalah pemerintah yang bijaksana. Namun, pada kenyataannya pemerintah yang bijaksana ini sulit ditemukan dan bahkan pemerintahan yang seperti ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Maka dengan kenyataan yang demikian, Thoreau menekankan pada suara hati warga. Di mana sebagai manusia kemudian warga tunduk pada peraturan tertentu. Adanya kepatuhan warga terhadap peraturan mengindikasikan bahwa warga atau manusia memahami bahwa hukum itu benar dan adil, karena manusia memiliki suara hati. Penekanan pada suara hati ini dikemukakan karena manusia memiliki sikap untuk memahami tindakan yang dianggapnya tidak adil dan kemudian mengoreksinya.
Sehingga oleh Thoreau, pembangkangan sipil dijelaskan sebagai pembangkangan terhadap negara karena ketidakadilan yang dibuat negara. Pembangkangan sipil bukan pembangkangan yang berkonotasi negatif, namun merupakan pembangkangan beradab, dan lebih kepada upaya koreksi terhadap peraturan yang tidak adil.
Mempertanggungjawabkan Pembangkangan Sipil
Terdapat beberapa kondisi yang harus dipenuhi ketika seseorang warga melakukan pembangkangan terhadap hukum. Pembangkangan ini dapat diterima apabila memenuhi tiga kondisi utama;
- Pembangkangan sipil dipahami sebagai gerakan politik yang ditujukan pada rasa keadilan komunitas, sehingga gerakan ini dibatasi pada berbagai hal yang dipandang tidak adil. Secara konkret gerakan ini harus difokuskan pada tindakan yang dipandang tepat untuk menyingkirkan ketidakadilan.
- Pembangkangan sipil dapat dibenarkan bila berbagai upaya yang dilakukan dengan kehendak baik untuk memperbaiki keadaan tidak mendapatkan respon yang baik dari penguasa.
- Pembangkangan sipil lebih merupakan tuntutan prinsip keadilan, khususnya yang menyatakan bahwa setiap orang dalam situasi yang sama harus mendapatkan perlakuan yang sama. Kelompok masyarakat dapat saja dibenarkan melakukan pembangkangan sipil sebagai langkah terakhir dalam memperjuangkan haknya setelah upaya legal yang gagal membuahkan hasil yang diinginkan.
Secara umum, ketiga hal tersebut menegaskan bahwa pembangkangan sipil dibenarkan bila ada ketidakadilan yang serius. Pembangkangan sipil merupakan wujud protes terhadap ketidakadilan atau demi menegakkan keadilan, sehingga pembangkangan sipil harus bebas dari kekerasan. Dengan demikian, tuntutan ini penting karena keadilan merupakan keutamaan yang paling penting di dalam politik yang kemudian menjadi kewajiban natural warga negara untuk setia pada keadilan.
Anonim, 2020, Henry David Thoreau, https://www.britannica.com/biography/Henry-David-Thoreau
Brownlee, Kimberley, 2012. Conscience and Conviction: The Case for Civil Disobedience, Oxford: Oxford University Press.
Richard J. Schneider, 2020, Thoreau's Life, https://thoreausociety.org/life-legacy
Smith, William, 2012. Policing Civil Disobedience, in Political Studies, 60 (4): 826–842.
Thoreau, Henry David, 1991. Civil Disobedience, in Civil Disobedience in Focus, Hugo A. Bedau (ed.), London: Routledge.
0 Comments:
Post a Comment