[pic: lacanonline.com] |
Nadya Trisha Maya Aritonang
Salah satu sendi pemikiran psikoanalisis radikal Jacques Lacan begitu
dipengaruhi oleh ahli linguistik asal Swiss, Ferdinand de Saussure. Melaluinya,
Lacan menempatkan bahasa sebagai hal yang sangat penting bagi subjek dalam upaya
mengartikulasikan identitas dirinya. Tujuan psikoanalisis radikal Lacan adalah
berhadapan langsung dengan subjek—diri sendiri—guna berkonfrontasi dengan berbagai
negativitasnya, yaitu adanya lack
‘kekurangan/celah’ dan hasrat untuk menambalnya. Pemikiran Lacan mengenai
pembentukan subjek didasari oleh tiga kategori yang saling berelasi yaitu; The Imaginary (Yang Imajiner), The Symbolic (Yang Simbolik), dan The Real (Yang Nyata). Ketiga kategori
tersebut merupakan konsep awal untuk memahami tatanan pembentukan subjek dalam
psikoanalisis radikal Jacques Lacan.
The Imaginary | Yang Imajiner
Tahapan pertama dari perkembangan subjek psikoanalisis Lacan adalah Yang
Imaijner. Tatanan imajiner adalah dunia, penunjuk, serta gambaran tentang
sesuatu yang sadar maupun tidak sadar, berikut dipahami maupun diimajinasikan.
Dalam tahapan ini, terjadi proses mirror
stage (tahapan cermin), Lacan memberikan penjelasan melalui perkembangan
seorang bayi, menurut Lacan bayi berusia 6-8 bulan memiliki kesadaran terikat
dengan kesadaran sang ibu, bayi tersebut belum memiliki tubuhnya sendiri, juga
belum memiliki konsep tentang tubuhnya secara keseluruhan. Seorang bayi bisa
memenuhi kebutuhannya melalui seorang ibu, misalnya makan, minum, perlindungan,
dan lain sebagainya. Berbagai kebutuhan itu dapat dipuaskan oleh objek
pemuasnya, yaitu ibunya. Ketika bayi lapar, maka ia akan mendapatkan makanan
dari air susu ibunya. Ia urung menyadari dan memahami bahwa antara ia dan objek
kepuasaan tersebut merupakan dua entitas yang bebeda dan terpisah.
Seorang bayi belum memiliki hasrat untuk mengingini atau menuntut sesuatu
selain keterpenuhan kebutuhan biologisnya. Pada tahapan Yang Imajiner ini,
tidak ada subjektivitas, karena tidak ada konsep tentang diri sebagai individu.
Perkembangan selanjutnya yaitu pada usia 8-18 bulan, konsep tentang diri
terbentuk dari suatu identifikasi imajiner atas gambaran pantulan “diri” di
cermin. Pada tahap ini, sang anak mulai mengenali hal-hal lain, termasuk
menghasrati yang dihasrati yang lain: ia mulai mengenal sebuah tuntutan.
Pada momen ini, terjadi reduksi terhadap subjek atas segala persepsi yang
telah menjadi tolak ukur bagi subjek untuk menentukan identitasnya.
Ketergantungan tatanan ini didasarkan pada tatapan (gaze) sebagai medium bagi hasrat. Menurut Lacan, jenis tatapan ini
menjadi batasan dan memilah posisi kesadaran subjek dengan objek-objek di luar
diri, atau membedakan dirinya sebagai subjek yang berbeda dengan subjek lain di
luar dirinya. Gejala ini secara intens akan selalu diidap oleh seorang anak
sebagai bentuk proses untuk mengadaptasikan dirinya yang telah tercemari oleh
bahasa simbolik yang dihasilkan dari Liyan (budaya, lingkungan, agama, dan
orangtua).
The Symbolic | Yang Simbolik
Tahap perkembangan kedua mengacu pada simbol. Simbol yang dimaksud bukanlah
ikon, melainkan “penanda sebagai penunjuk pada tanda”. Dengan kata lain, ini
merupakan penanda atas apa yang ditandakan Liyan terhadap subjek sebagai tujuan
untuk memahami dirinya. Lacan menjelaskan bahwa setiap orang mengenal Yang Lain
dan dirinya yang teridentifikasi sebagai pantulan gambar pada cermin. Seorang
anak mulai mengenal bahasa, peraturan, dan “yang lain”, dengan begitu, ia pun mulai
mengajukan tuntutannya. Pada tahap ini, anak mulai menyebut dirinya sebagai “Aku”,
atau yang merupakan penanda bahwa ia telah memasuki tahap simbolik.
Dalam tahapan ini ia mulai mengalami perasaan kekurangan pada diri, maka “Aku”
pun selalu mencari kepenuhan atas diri melalui daya hasrat. Ia menginginkan
kembali ke tempat yang sama di mana semua kebutuhan dan tuntutannya terpenuhi sebelum
ia mengenali subjek dan bahasa. Ini
layaknya pemikiran strukturalisme Saussure tentang pembagian antara yang diakronis dengan yang sinkronis; yang diakronis adalah “sejarah
dan waktu”, sedangkan yang sinkronis adalah “tempat”. Keduanya membuat hasrat
subjek menjadi aktif, sehingga anak mulai mengidentifikasi dirinya. Namun
kondisi itu tidak akan pernah membawa kepenuhan bagi sang anak ketika ia masih
dalam kondisi terfragmentasi dengan tubuh sang ibu yang selalu menawarkan rasa
aman, nyaman, dan damai. Itulah mengapa, anak harus menemukan “tuntutan yang
mustahil” untuk masuk ke tahap perkembangan berikutnya. Selama ia belum
menemukan tuntutan yang mustahil, ia akan terus meminta pada orang lain (baca:
orangtua/ibunya) hingga tua.
The Real | Yang Nyata
Tahapan perkembangan yang terakhir adalah Yang Nyata. Lacan mengatakan bahwa tatanan Yang Nyata selalu ingin kembali ke
tempat terdahulu—Yang Imajiner—dan ini adalah ketidakmungkinan. Lacan juga
menyebutkan bahwa tatanan ini mendukung fantasi, dan fantasi tersebut sekaligus
melindungi Yang Nyata. Maka, subjek dalam Yang Nyata sesungguhnya subjek yang
selalu terdorong hasrat untuk menutupi kekurangan, juga kembali pada
kesempurnaan terdahulu—kesatuan antara diri dengan tubuh ibu. Meskipun ia paham
tak mungkin kembali atau mengulang masa Yang Imajiner, tetapi ia bersikap
seolah bisa mewujudkannya—dengan cara yang lain. Dari sinilah timbul “keinginan”
pada diri subjek. Keinginan adalah kemungkinan sekaligus ketidakmungkinan yang
bisa dicapai oleh subjek, dan fantasi menjadi energi pembakarannya yang utama. Itulah
mengapa, Lacan menyebut fungsi utama fantasi sebagai “penjaga minat subjek”. Dalam
tahapan ini, subjek telah mengetahui dan memahami apa yang diinginkannya dalam
hidup.
*****
Tags:
co-Pegiat
...Adalah Sebuah Lingkar Studi; Adalah Sebuah Institut Untuk Pengkajian Dan Pengembangan Kajian-Kajian Bernuansa Mikrososial. Sanglah Institute (SI) Meyakini Potensi Kreatif Aktor Untuk Melakukan Perubahan Atau “Perbedaan” Sosial, Bahkan SI Meyakini Perubahan Sosial Selalu Berada Di Tataran Individual. Apa Yang Ditawarkan SI Adalah Pemberdayaan Individual, Sedangkan Produk Yang Dihasilkan SI Adalah Gerakan Individual. SI Adalah Suatu Aliran, Mazhab, Lebih Jauh: SI Adalah Cara Berpikir.
0 Comments:
Post a Comment