Belajar ETNOMETODOLOGI (Bag. 2)
Tanti Candra
Pegiat
Sanglah Institute
Studi atas Latar Kelembagaan
Pada awalnya,
etnometodologi mengkaji hal-hal yang tidak terlembaga, seperti rumah dan yang
lainnya. Namun, pada perkembangannya mulai tahun 1990-an para etnometodolog
memperluas kajiannya pada latar kelembagaan seperti perkantoran, rumah sakit, kepolisian,
dan yang lainnya. Tujuan dilakukannya studi demikian adalah untuk mengatahui
bagaimana orang-orang melakukan tugas-tugas resminya, dan dalam proses yang
demikian membentuk lembaga tempat pelaksanaan tugas-tugas itu. Bagi
etnometodolog, orang-orang tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
struktur, aturan-aturan formal, dan prosedur-prosedur seperti yang diyakini
oleh para sosiolog konvensional. Menurut etnometodolog orang-orang menggunakan
kekuatan-kekuatan eksternal tersebut untuk menyempurnakan tugas mereka dan
menciptakan lembaga tempat mereka berada, misal, masih menyangkut contoh
sebelumnya tentang seorang guru dan murid yang merupakan anaknya sendiri di
sebuah sekolah. Guru yang sekaligus menjadi bapak dari seorang siswa di sebuah
sekolah berusaha bersikap profesional, baik dalam tindakan maupun ketika
memberikan nilai kepada siswa yang sekaligus anaknya tersebut. Guru tersebut
melakukan hal demikian tidak semata-mata karena tunduk terhadap aturan dan
prosedur yang berlaku, tetapi juga untuk membentuk lembaganya berupa sekolah
tadi sebagai lembaga yang profesional. Selain itu, ia juga menjaga
profesionalitas jabatannya sebagai guru sekaligus menunjukkan kepada anaknya
hal yang dianggapnya benar.
Analisis Percakapan
Karya Grafinkel
inilah yang membuatnya dihormati dan memperoleh penghargaan setelah
bertahun-tahun dianggap aneh oleh sebagian besar sosiolog. Selain studi latar
kelembagaan, etnometodologi juga mengalisa percakapan. Tujuan analisa
percakapan adalah untuk mempelajari cara orang-orang dalam mengatur dan melakukan
percakapan mereka sehari-hari. Percakapan merupakan proses interaksi berupa
pertukaran informasi dengan penuh pemaknaan yang dilakukan oleh orang-orang
dalam kehidupan mereka sehari-hari secara teratur. Percakapan yang terjadi di
dalam kehidupan sehari-hari seringkali memiliki indeksikal yang khas. Etnometologi
memusatkan perhatiannya pada percakapan itu sendiri, bukan faktor lain yang
mendasari percakapan itu terjadi. Menurut Zimmerman, ada lima prinsip cara kerja
analisis percakapan, sebagai berikut;
Analisis percakapan memerlukan himpunan
dan analisis atas data yang sangat rinci mengenai percakapan-percakapan. Data-data
yang dimaksud berupa kata-kata, keragu-raguan, penyelaan, pengulangan kata, jeda,
penghelaan nafas dari hidung, mendehem, bersin, tertawa, kebisingan semacam
tawa, persajakan, dan aktivitas nonverbal yang dilakukan oleh mereka yang
sedang melakukan percakapan.
Rincian yang baik dari suatu
percakapan dianggap sebagai suatu pencapaian yang rapi. Rincian tersebut ditata
oleh kegiatan-kegiatan metodis para aktor. Sebagai contoh, saat menerima telpon
pasti yang diucapkan pertama kali adalah kata “halo”, “selamat pagi”, atau
salam lainnya. Selanjutnya “ini siapa” (jika nomer tidak dikenali, lalu “ada
yang bisa dibantu”, dan lain sebagainya.
Interaksi pada umumnya dan
percakapan pada khususnya mempunyai sifat-sifat stabil yang rapi dari
pencapaian para aktor yang terlibat.
Kerangka fundamental percakapan
adalah pengaturan sekuensial, terkait dengan rangkaian interaksi percakapan
diatur berdasarkan giliran demi giliran atau berbasis lokal kata. Zimmerman
membedakan antara percakapan dibentuk konteks dan percakapan membentuk konteks.
Percakapan dibentuk konteks artinya percakapan yang berlangsung dibentuk oleh
konteks sosial yang terjadi sebelumnya, misalnya dalam sebuah kelas teori
percakapan yang berlangsung pasti berkaitan dengan teori-teori. Sedangkan yang
kedua adalah percakapan membentuk konteks, yaitu percakapan yang terjadi saat
ini akan membentuk konteks kemudian. Contohnya, dalam sebuah percakapan antar
sahabat yang membahas tentang putus cinta salah seorang dari mereka pasti akan membuat
suasana menjadi sedih.
Secara metodis, para analis
percakapan terdorong untuk mempelajari percakapan-percakapan di dalam
situasi-situasi yang terjadi secara alamiah. Beberapa analisa percakapan yang
telah dilakukan oleh para etnometodolog, sebagai berikut:
Percakapan Telepon
Analisa percakapan telepon ini
dilakukan oleh Emanuel A. Schegloff. Menurutnya, percakapan telepon dapat
digunakan untuk memahami percakapan yang lebih tertib menyangkut penyusunan
runtutan kata-kata yang akan diucapkan secara bergantian dalam keteraturan,
misalnya kata “halo” diucapkan pertama kali saat menerima telepon dan
seterusnya. Keteraturan yang lainnya adalah pengaturan secara tidak langsung mengenai
siapa yang akan berbicara selanjutnya dan kapan harus dilakukan pergantian
tersebut. Scheglof menemukan hal yang tidak ditemukan pada percakapan tatap
muka, yaitu rangkaian yang digunakan pihak-pihak yang tidak mempunyai kontak
visual untuk saling mengenali dan mengakui. Bahkan, pada kenyataannya ada
kebiasaan-kebiasaan tertentu yang menjadi penanda khusus antar mereka yang
terlibat di dalam percakapan telepon, seperti kata-kata yang digunakan,
penyusunan kalimat, sapaan, dan yang lainnya.
Memulai tertawa
Analisis ini dilakukan oleh Gail
Jefferson yang memperhatikan bagaimana orang tahu kapan tertawa di dalam
rangkaian suatu percakapan. Bagi sebagian orang, tertawa adalah hal yang bebas dilakukan kapan
saja dan di mana saja. Tetapi, menurut Jefferson, dalam sebuah interaksi atau
percakapan ada beberapa karakteristik struktural dasar yang dirancang untuk
membuat pihak lain tertawa. Pertama adalah tertawa saat akan mengakhiri kalimat
yang disampaikan, misal, “sudahlah, jangan terlalu serius nanti cepat tua loh,
he he he”. Kedua adalah tertawa di dalam pidato yang dilakukan ditengah-tengah
kalimat. Jefferson menyimpulkan bahwa ada keteraturan didalam aktivitas tertawa
dalam suatu interaksi atau percakapan. Ajakan untuk tertawa menurutnya tidak
selalu diterima oleh pihak lain, kadang juga terjadi penolakan dengan banyak
cara. Selain Jefferson, Phillip Glenn juga melakukan analisa tertawa ini, ia
menyatakan bahwa dalam percakapan yang melibatkan lebih dari dua orang atau
banyak orang ada kemungkinan tertawa diawali oleh orang lain. Sedangkan dalam
percakapan dua pihak, sering kali pembicara memulai terlebih dahulu atau
memancing agar lawan bicaranya tertawa.
Menghasilkan Tepuk Tangan
Analisis ini dilakukan oleh John
Heritage dan David Greatbatch yang mempelajari pidato politisi Inggris, yang
menganalisa bagaimana cara orang yang berpidato membuat audiensnya tepuk
tangan. Mereka berargumen bahwa tepuk tangan akan dihasilkan melalui penyususnan
kata-kata dalam pidato, seperti melakukan penekanan pada isi dalam pidato serta
menyelesaikan suatu titip proyeksi untuk mengakhiri pidato dengan jelas. Di
dalam analisis mereka atas pidato-pidato politik di Inggris, mereka menyingkap
tujuh peralatan teoritis dasar untuk membuat audiens terpuk tangan, yaitu:
Kontras, yaitu dengan cara menyandingkan dua hal yang bertentangan.
Misalnya, dalam sebuah pidato pembangunan daerah pedalaman, seorang pembicara
akan menyampaikan terlebih dahulu bagaimana susahnya akses untuk masuk ke daerah
pedalaman Indonesia karena jaraknya yang sangat jauh serta kondisi jalan yang
hancur. Lalu pidato tersebut dilanjutkan dengan hal yang bertolak belakang, yaitu
penyelesaian atas masalah tersebut dengan mengadakan pembangunan jalan tol
misalnya untuk memudahkan akses jalan dari daerah tersebut menuju daerah kota. Hal
yang demikian menurut mereka akan mengundang tepuk tangan audiens.
Daftar, suatu daftar isu politis, memberikan penekanan dan juga
titik penyelesaian yang dapat diantisipasi oleh audiens.
Solusi membingungkan, yaitu membuat audiens merasa bingung dan penasaran, lantas
setelah audiens penasaran pembicara memberikan jawaban atas tanya-tanya yang
ada pada audiens.
Bagian utama atau bagian pokok, di
mana orang yang berpidato mengusulkan suatu pernyataan lalu melakukannya.
Kombinasi, menggunakan dua atau lebih alat yang baru digunakan.
Mengambil posisi, membuat audiens penasaran mengenai keputusan pembicara
mengenai suatu peristiwa. Lalu diakhir pidatonya, pembicara menawarkan
pendiriannya sendiri.
Pengejaran, ketika audiens gagal merespon pembicara, maka pembicara
biasanya melakukan pengejaran dengan mengulang bagian utama dari pidato.
Selain ketujuh poin tersebut, bagaimana cara
pembicara menyampaikan pesan-pesannya yang meliputi intonasi, gaya bicara,
gestur, dan pengaturan waktu juga penting.
Mengolok-olok
Analisis ini dilakukan oleh Steven
Clayman. Ia menganalisa mengolok-olok sebagai ungkapan ketidaksetujuan di dalam
konteks pidato publik. Berbeda dengan tepuk tangan, mengolok-olok adalah upaya
untuk memisahkan diri dari pidato yang disampaikan sebagai wujud
ketidaksetujuan. Aktivitas mengolok-olok tidak berlangsung begitu saja, tetapi
melalui analisis dan pengambilan kesimpulan secara hati-hati melalui
pertimbangan apakah olok-olok tersebut juga dilakukan oleh orang lain, karena
sangat jarang ditemui olok-olok yang dilakukan oleh seorang individu, oleh
karena itu justru akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri, misal dianggap
tidak paham dan lain sebagainya.
*****
Tags:
Tanti Candra
...Adalah Sebuah Lingkar Studi; Adalah Sebuah Institut Untuk Pengkajian Dan Pengembangan Kajian-Kajian Bernuansa Mikrososial. Sanglah Institute (SI) Meyakini Potensi Kreatif Aktor Untuk Melakukan Perubahan Atau “Perbedaan” Sosial, Bahkan SI Meyakini Perubahan Sosial Selalu Berada Di Tataran Individual. Apa Yang Ditawarkan SI Adalah Pemberdayaan Individual, Sedangkan Produk Yang Dihasilkan SI Adalah Gerakan Individual. SI Adalah Suatu Aliran, Mazhab, Lebih Jauh: SI Adalah Cara Berpikir.
0 Comments:
Post a Comment