[pic: tribunnews.com] |
Mungkinkah Ahok jadi Presiden?
Wahyu Budi Nugroho
Pegiat Sanglah Institute
Gus Dur pernah
meramal Ahok menjadi gubernur, dan ini sudah terbukti. Tak hanya itu saja, Gus
Dur juga meramal Ahok akan menjadi presiden, mungkinkah? Jika yang dimaksud
adalah presiden rumah tangga, presiden organisasi sosial atau sejenisnya, tentu
ini sangat mungkin. Tapi yang dimaksudkan di sini adalah presiden Indonesia,
mungkinkah?
Ada dua
rintangan utama yang harus dilalui Ahok jika hendak menjadi presiden. Pertama, isu agama; dan Kedua, isu rasial. Untuk menjadi
presiden RI, mau tak mau, Ahok memang harus Islam. Ini bukan soal akidah,
pengalaman spiritual atau sejenisnya dalam kajian sosiologi politik, tetapi
murni bersifat politis. Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia masuk dalam peringkat
lima besar negara dunia yang masih menganggap agama sangatlah penting dalam
kehidupan sehari-hari, membuat isu agama atau keyakinan tak bisa disepelekan.
Kabar kedekatan
Ahok dengan Bripda Puput yang beragama Islam dan berencana menikah waktu dekat
ini, bisa jadi menjadi jalan Ahok untuk menjadi mualaf. Tetapi sebetulnya, Ahok sendiri sudah memiliki modal
kultural untuk menjadi seorang muslim; Pertama,
ia pernah bersekolah di SD Muhammadiyah. Inilah mengapa saya turut kaget ketika
Ahok bisa memaparkan berbagai kriteria pemimpin menurut Islam—sidiq, amanah, fathonah, tabligh. Kedua, Ahok sendiri memiliki orangtua asuh atau orangtua angkat
beragama Islam. Orangtua angkat inilah yang selalu menyertai Ahok di setiap persidangan
dugaan penistaan agama.
Apabila hal di
atas terjadi, maka poin (baca: rintangan) pertama kita anggap selesai.
Berikutnya, isu
rasial. Sejak republik ini merdeka, presiden Indonesia selalu berasal dari suku
Jawa, karena memang jumlah suku Jawa yang paling besar di Indonesia, yakni
sekitar 95,2 juta jiwa atau 42,65% dari keseluruhan populasi masyarakat Indonesia
(Sensus 2010). Meskipun terdapat juga presiden-presiden Indonesia yang berasal
dari luar Jawa seperti Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Assaat, dan B.J Habibie;
namun mereka menduduki jabatan presiden hanya
dikarenakan republik sedang dalam kondisi darurat.
Secara sosiologi
politik, terdapat dua skema untuk mengatasi isu rasial ini agar Ahok bisa
menjadi presiden. Pertama-tama, ia
harus terlebih dahulu menjadi wakil presiden dari presiden berlatar Jawa yang
memiliki kharisma luar biasa, dan menjabat selama dua periode—periode pertama
tak harus Ahok wakil presidennya. Kharisma ini diperlukan untuk menanamkan
kepercayaan pada rakyat bahwa isu rasial tak lagi penting, atau setidaknya Ahok
selalu berada dalam arahan berikut mentoring
sang presiden kharismatik itu meskipun telah lengser.
Kedua-dua, skema di atas bisa diawali lewat hadirnya terlebih dahulu
presiden non-Suku Jawa yang sudah memegang kepercayaan rakyat dan agaknya
dinilai cukup, atau sangat dekat dengan suku Jawa, yakni suku Sunda—Ridwan Kamil
mungkin?—terlebih masih banyak pihak yang menganggap Jawa Barat adalah bagian
dari wilayah suku Jawa. Tetapi, yang terpenting dari kedua skema di atas adalah,
setiap presiden yang menjabat sebelum Ahok haruslah menunjukkan kinerja yang
sangat baik, karena jika rakyat sudah sejahtera, presiden sekadar menjadi
simbol.
Demikian analisis ngawur saya.
*****
Tags:
Wahyu Budi Nugroho
...Adalah Sebuah Lingkar Studi; Adalah Sebuah Institut Untuk Pengkajian Dan Pengembangan Kajian-Kajian Bernuansa Mikrososial. Sanglah Institute (SI) Meyakini Potensi Kreatif Aktor Untuk Melakukan Perubahan Atau “Perbedaan” Sosial, Bahkan SI Meyakini Perubahan Sosial Selalu Berada Di Tataran Individual. Apa Yang Ditawarkan SI Adalah Pemberdayaan Individual, Sedangkan Produk Yang Dihasilkan SI Adalah Gerakan Individual. SI Adalah Suatu Aliran, Mazhab, Lebih Jauh: SI Adalah Cara Berpikir.
0 Comments:
Post a Comment