Kritik Sosiologi atas Marx(isme)
Tanti Candra
Pegiat Sanglah Institute
Karya besar Marx, yaitu studi mengenai kelas sosial, sudah
sejak lama mendapatkan banyak kritik dari para ahli dan menjadi percekcokan
berkenpanjangan. Hal itu terjadi karena menurut Dahrendorf, karya Marx
mengandung daya tarik kuat sekaligus “menjijikkan”, bahkan karya Marx pun mengandung
janji-janji kenabian hingga Schumpeter menyebutnya sebagai “sintesa yang
mengagumkan”. Sintesa yang dimaksud Schumpeter adalah dialektika Marx, yakni
pertentangan antara kaum borjuis dengan proletar yang berlangsung terus-menerus
sebagai tesa, antitesa, dan sintesa. Mula-mula,
masyarakat hidup berdampingan secara harmonis tanpa adanya konflik (tesa), kemudian muncullah alat produksi
di tengah kehidupan masyarakat yang hanya bisa dikuasai oleh sebagian orang, yaitu
mereka yang memiliki modal sehingga terjadilah kesenjangan dan pertentangan
kelas di dalam kehidupan masyarakat (antitesa).
Oleh karena kesenjangan yang terjadi semakin parah, maka terjadilah krisis sehingga
kaum proletar bersatu menuntut suatu perubahan yang menyebabkan terbentuknya
masyarakat tanpa kelas (sintesa). Namun
menurut Schumpeter, konsep sintesa Marx selain menjadi sorotan yang baru juga
menjadi belenggu baru bagi disiplin sosiologi.
Teori kelas sosial Marx merupakan teori kelas yang pertama
dan satu-satunya, walaupun banyak kritik dan sangkalan terhadap teori kelas
Marx, tetapi nyatanya belum ada satu teori kelas pun yang bisa menggantikannya.
Meskipun demikian, Dahrendorf mengatakan bahwa konsep Marx tidak salah, juga tidak semuanya
benar, jadi kita harus bijaksana memilih mana yang harus dipertahankan dan
diabaikan dari teori Marx. Menurut Dahrendorf, kenyataan yang terjadi adalah,
teori kelas sosial tidak mengalami perkembangan sama sekali sejak era Marx, karena
orang-orang masih menganggap penting julukan marxian dan non-marxian dalam ilmu
sosial-humaniora yang menyebabkan terjadinya belenggu, sehingga teori tersebut
tidak berkembang dan tidak berguna dalam sosiologi. Padahal bagi Dahrendorf, sangat
memungkinkan konsep dan teori kelas itu dikembangkan tanpa harus tergantung
pada pemikiran Marx, sehingga bisa berguna bagi analisis sosiologi.
Struktur Sosial dan
Perubahan Sosial
Menurut Dahrendorf, teori struktural fungsional terlalu
menyamakan struktur sosial dengan struktur organisme sehingga bersifat statis. Padahal,
sistem sosial sangat berbeda dengan sistem organisme, karena sistem sosial
sangat memungkinkan bagi terjadinya perubahan pada keseluruhan susunan
struktural. Sedangkan sistem organisme menerangkan bahwa setiap susunan
struktur tidak dapat berubah karena telah memiliki dan menjalankan fungsinya
masing-masing. Sebagai contoh, ginjal sebagai bagian dari struktur organisme
sama sekali tidak diharapkan untuk berubah, dan apabila mengalami suatu
perubahan akan mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan terhadap tubuh, bahkan
kematian. Sedangkan struktur organisasi di dalam masyarakat selalu memungkinkan
untuk mengalami perubahan seiring perkembangan masyarakat.
Sifat dasar atau ciri khas struktur sosial adalah berproses
dan berubah, sedangkan menurut struktural fungsional perubahan yang terjadi di
dalam suatu sistem akan menimbulkan masalah besar. Dalam hal ini, Dahrendorf
sependapat dengan Marx bahwa kelas sosial adalah unsur utama yang berfungsi
menggantikan dan mengubah sistem. Analisis struktural fungsional hingga kini
tidak mampu menjelaskan mengenai perubahan sosial, karena teori tersebut tidak
mampu menjelaskan ciri khusus masyarakat yang memiliki ketidaksamaan dengan sistem
organisme. Dahrendorf menyatakan bahwa analisa dinamika sosial sebenarnya sudah
ada dalam karya-karya Marx. Dalam karyanya, Marx sangat yakin dengan pentingnya
analisis perubahan struktural, ia juga membangun konsep kelas untuk melakukan
analisis perubahan struktural. Saya setuju dengan pendapat Dahrendorf yang
menyatakan bahwa sistem sosial berbeda dengan sistem organisme, sistem sosial
selalu mengalami perubahan sebagai ciri dari sebuah masyarakat yaitu sifatnya
yang dinamis, sedangkan sistem organisme cenderung statis, tidak menginginkan
adanya perubahan karena menurutnya perubahan akan menyebabkan terjadinya
permasalahan besar, bahkan kehancuran.
Perubahan Sosial dan
Pertentangan Kelas
Marx mampu menjelaskan secara rinci bahwa pertentangan sosial
selalu menghasilkan perubahan pola-pola organisasi dan pola-pola perilaku,
bahkan hingga saat ini belum ada yang meneliti serta menjelaskan secara sistematis
hal tersebut selain Marx. Konsep-konsep seperti diferensiasi peranan,
pemindahan fungsi, penyamarataan status, dan yang lainnya merupakan
konsep-konsep yang mendukungnya dalam menganalisis perubahan sosial. Pemikiran
Marx sangat dipengaruhi oleh dua peristiwa besar dalam hidupnya, yaitu Revolusi
Perancis 1789 dan revolusi industri abad ke-19. Kedua peristiwa itu sangat
berpengaruh terhadap pemikiran Marx yang kemudian meyakini bahwa satu-satunya
cara untuk melakukan perubahan adalah dengan melakukan perubahan secara
revolusioner, dan dalam peristiwa itu ia mampu menemukan kekuatan yang
menyebabkan pertentangan kelompok atau pertentangan kelas.
Penemuan tersebut berkaitan dengan dua langkah analisis Marx
yang layak untuk dipertahankan menurut Dahrendorf; Pertama, Marx berhasil menemukan pertentangan yang menyebabkan
perubahan, dan ia meyakini bahwa suatu perubahan diakibatkan oleh perkembangan
struktur yang terjadi di dalam masyarakat tertentu, terutama masyarakat
kapitalis. Kedua, Marx mengasumsikan
bahwa di dalam suatu pertentangan yang terjadi, selalu ada dua kelas atau dua
kelompok yang terlibat. Dahrendorf mendukung asumsi Marx tersebut, menurutnya
dalam sebuah pertentangan selalu ada dua kepentingan berlawanan, yaitu
kepentingan untuk mempertahankan status quo,
dan kepentingan untuk melakukan suatu perubahan. Hal ini dapat ditemui baik dalam
pertentangan yang terjadi secara struktural, antarkelompok dalam sebuah
struktur, maupun antarindividu di dalam suatu kelompok.
Perubahan dan
Pertentangan Sosial
Menurut Dahrendorf, ada dua kelompok besar yang mampu
mengubah unsur-unsur struktur sosial, yaitu struktur endogen dan struktur eksogen.
Struktur endogen adalah perubahan yang digerakkan atau berasal dari dalam
struktur, sedangkan struktur eksogen yaitu perubahan yang berasal dan
digerakkan dari luar struktur. Oleh sebab itu menurutnya setiap perubahan dapat
dilihat apakah dikarenakan oleh faktor eksogen atau faktor endogen. Sementara,
Marx melihat suatu perubahan karena adanya pertentangan kelas, sehingga ia
hanya mampu melihat suatu pertentangan dari sudut endogen saja. Memperinci dua
pandangan tersebut, Dahrendorf menegaskan bahwa teori kelas hanya bisa berguna
sebagai alat analisa perubahan struktur sosial yang terbatas pada suatu aspek
tertentu, sedangkan Marx menyatakan bahwa pertentangan yang terjadi di setiap
masyarakat adalah pertentangan kelas, dan itu berarti ia menggeneralisasi semua
pertentangan sosial diakibatkan oleh pertentangan kelas. Asumsi Marx tersebut tidak
dibenarkan oleh Dahrendorf, karena analisis kelas Marx berlaku pada waktu
tertentu saja pada masyarakat industri. Penting kemudian mengetahui faktor
penyebab terjadinya pertentangan, apakah merupakan pertentangan eksogen ataukah
pertentangan endogen.
Pertentangan Kelas dan
Revolusi
Marx meyakini bahwa setiap pertentangan kelas selalu bersifat
revolusioner, jadi menurutnya setiap perubahan yang terjadi selalu
revolusioner, hanya masyarakat tanpa
kelas saja yang tidak mengalami perubahan revolusioner. Revolusioner
yang dimaksud oleh Marx adalah perubahan struktur secara cepat dan tiba-tiba. Suatu
struktur akan mengalami suatu hantaman besar, lalu terciptalah struktur baru.
Pendapat Marx tersebut sejalan dengan pendapat Parsons, keduanya sependapat
mengenai membekunya aliran proses historis dalam sebuah ide tentang sistem. Dengan
demikian, keduanya menganggap bahwa sistem sosial bersifat statis karena hanya
ada dua kemungkinan, yaitu perubahan struktur dapat menjadi sesuatu yang tidak
ada menurut Parsons, dan perubahan struktur hanya bisa terjadi dengan cara yang
tiba-tiba dan secara cepat (revolusioner) menurut Marx.
Dahrendorf tidak setuju dengan pendapat Marx mengenai
perubahan revolusioner tersebut, karena menurutnya itu adalah kegagalan menerangkan
realitas sosial yang ada di dalam masyarakat, banyak terjadi perubahan struktur
tetapi secara bertahap dan tidak meledak-ledak. Namun, tampaknya kata revolusi
sangat identik dengan perubahan, tetapi makna sesungguhnya yang dimaksud
bukanlah revolusioner seperti yang dikatakan Marx, jadi itu hanyalah penggunaan
kata revolusi yang hubungannya terlanjur
erat dengan perubahan. Menurut Dahrendorf, perubahan struktur tidak selalu
bersifat revolusioner, sekalipun tidak terjadi perubahan secara revolusioner di
dalam masyarakat, perubahan struktur tetap terjadi di dalamnya. Tentu saja
Dahrendorf benar dalam hal ini, karena sesungguhnya perubahan ideal yang seharusnya terjadi di dalam masyarakat justru
perubahan yang bertahap, bukan perubahan yang revolusioner. Hal ini dikarenakan
masyarakat memerlukan proses untuk mempersiapkan kondisi sosial yang baru. Seringkali,
perubahan revolusioner justru mengakibatkan kekacauan sosial, tidak tercapainya
cita-cita perubahan yang diinginkan, dan ketidaksiapan masyarakat menjalani
tatanan sosial yang baru.
Kelas-kelas Sosial dan
Pertentangan Kelas
Marx mengatakan bahwa individu hanya akan menjadi bagian dari
kelas sosial apabila mereka ikut serta dalam perjuangan bersama melawan kelas lainnya.
Setiap teori kelas adalah teori tentang perubahan struktur melalui pertentangan
sosial, mengasumsikan pertentangan kelas adalah bagian dari definisi kelas. Namun,
Marx memaknai definisi kelas sebagai pertentangan yang tajam dan sengit. Dalam
hal ini, Dahrendorf melihat hal yang berbeda, terinspirasi dari pemikiran
Parsons yang mengatakan bahwa seberapa sengitpun pertentangan yang ada,
seharusnya hanya menjadi penelitian empiris. Ia berpendapat bahwa sebuah kelas
yang tertindas pun dapat mempengaruhi perubahan struktural melalui diskusi dan
perundingan. Parsons memperkenalkan konsep pertentangan potensial dan
pertentangan terpendam. Dahrendorf sependapat dengan Parsons mengenai itu, di mana
ada pertentangan yang terbuka dan pertentangan yang terpendam atau laten. Ia
melihat bahwa kelas-kelas yang bertentangan dapat hidup berdampingan secara
damai dalam jangka waktu yang lebih pendek ataupun yang lebih lama.
Dalam istilah sehari-hari, kita lebih sering menghubungkan istilah
pertentangan dengan bentrokan antara kekuatan-kekuatan yang nyata, yaitu
anagonisme yang nyata saja, kata Dahrendorf. Padahal menurutnya, yang dimaksud
hubungan-hubungan pertentangan sosial adalah semua hubungan antara
kumpulan-kumpulan individu yang menyangkut suatu perbedaan tujuan yang
bertentangan dalam bentuk yang paling umum, yaitu perebutan mencapai sesuatu
antara dua kelompok. Menurut Dahrendorf, tujuan teori kelas yaitu untuk
menerangkan satu jenis pertentangan kelompok yang mendasar di dalam struktur
sosial, tetapi Marx memiliki asumsi bahwa pertentangan kelas sebagai perang
saudara dan perjuangan kelas. Secara otomatis, Dahrendorf tidak setuju dengan
asumsi Marx yang demikian. Pertentangan yang terjadi pada masyarakat modern lebih
beragam dan kompleks, sehingga tidak hanya terpaku pada pertentangan kelas
sebagaimana yang dimaksudkan Marx, yaitu pertentangan yang diwujudkan dalam
perang saudara atau konflik kekerasan. Pada masyarakat modern, justru
seringkali terjadi pertentangan yang tidak menimbulkan kekerasan.
Pemilikan dan Kelas
Sosial
Bagi Marx, faktor yang menjadi penentu pembentukan kelas
sosial adalah pemilikkan pribadi alat-alat produksi. Konsep pembentukan kelas yang
demikian justru dianggap membatasi penerapan konsep kelas hanya pada masyarakat
industri di Eropa yang relatif pendek. Dahrendorf mengganti konsep “memiliki”
dan “tidak memiliki” alat-alat produksi sebagai faktor pembentuk kelas dengan “pelaksanaan
wewenang” atau “tidak melaksanakan wewenang” terhadap kekayaan pribadi yang
efektif sebagai kriteria pembentukan kelas. Wewenang yang dimaksud oleh
Dahrendorf tidak hanya terbatas pada penguasaan ekonomi, tetapi menganggapnya
sebagai jenis hubungan sosial yang secara analisis terlepas dari kondisi ekonomi.
Menurutnya, perubahan struktur sosial yang disebabkan oleh kelas terjadi karena
perbedaan pembagian posisi dan wewenang di dalam masyarakat dan di dalam
aturan-aturan kelembagaan.
Marx menghubungkan wewenang dengan pemilikan kekayaan pribadi
maupun pemilikan kekayaan komunal, yang menurutnya dari kekuasaan dan wewenang
itulah terjadi hubungan-hubungan sosial. Dahrendorf tidak mengartikan wewenang
sesempit itu, tetapi lebih umum. Menurutnya, di mana ada pemilikkan di sana ada
wewenang, tetapi tidak semua wewenang secara tersirat menyatakan pemilikan. Baginya,
wewenang adalah hubungan sosial yang lebih umum. Konsep kelas menurut
Dahrendorf adalah kelompok sosial yang bertentangan; pertentangan yang terjadi
ditentukan oleh keikutsertaan menjalankan wewenang atau ketidakikutsertaan
menjalankan wewenang di suatu perserikatan yang terkoordinasi. Selanjutnya, ia
menyatakan bahwa di bidang produksi industri pun yang mendorong terbentuknya
kelas bukanlah faktor-faktor ekonomi, tetapi hubungan sosial tertentu yang
harus dipahami sesuai dengan ide wewenang.
Salah satu ciri wewenang, yaitu, ia dapat menjadi alat
pemuasan keinginan dan kebutuhan lain, serta untuk mencapai ganjaran sosial
yang diinginkan, dengan demikian bagi Dahrendorf, pemilikan wewenang seringkali
berbanding lurus dengan pemilikan kekayaan dan prestise. Ia menggambarkan orang
yang memiliki wewenang diikuti dengan pendapatan dan prestis tinggi, dan orang
yang tidak memiliki wewenang cenderung memiliki pendapatan dan prestis rendah. Sekali
lagi, ditegaskan bahwa sesungguhnya tidak ada hubungannya antara kelas dengan
pemilikan kekayaan, kondisi ekonomi, dan stratifikasi sosial.
Industri dan Masyarakat
Sosiolog Burnham mencoba mengganti teori Marx dengan cara
mengganti konsep pemilikkan kekayaan formal dengan konsep sosiologi yang lebih
luas. Ia mendefinisikan hubungan-hubungan pemilikkan kekayaan melalui
hubungan-hubungan wewenang. Menurutnya, wewenang hanya dapat muncul apabila
terdapat pemilikkan kekayaan. Pendapat Burnham dan Marx bertemu dalam premis
yang mengatakan bahwa kekuasaan ekonomi adalah kekuasaan politik karena tidak
ada kekuasaan kecuali yang didasarkan atas pemilikan alat-alat produksi. Namun
pendapat keduanya tidak dibenarkan oleh Dahrendorf, karena sekali lagi, baginya
Marx terlalu menggeneralisasi konsepnya, memang benar pada zamannya dahulu di
dalam masyarakat Inggris, kapten industri dan keluarganya cenderung memonopoli berbagai
posisi pimpinan politik. Namun dalam perkembangan lanjutan, hukum tersebut
tidak lagi berlaku.
Peranan Sosial dan
Personalnya
Struktur wewenang adalah fakta-fakta mengenai struktur seperti
bagian-bagian dari sebuah sandiwara atau bagan organisasi yang dapat dianalisis
tanpa mengacu pada individu-individu khusus yang menempati posisi itu. Dalam
hal ini, Dahrendorf sependapat dengan Marx yang menganggap individu sejauh
personifikasi dari kategori-kategori ekonomi, pembawa hubungan kelas, dan
kepentingan tertentu. Namun, Dahrendorf ingin melengkapi konsep tersebut dengan
teori-teori kelas yang bersifat subjektif dan objektif.
*****
Tags:
Tanti Candra
...Adalah Sebuah Lingkar Studi; Adalah Sebuah Institut Untuk Pengkajian Dan Pengembangan Kajian-Kajian Bernuansa Mikrososial. Sanglah Institute (SI) Meyakini Potensi Kreatif Aktor Untuk Melakukan Perubahan Atau “Perbedaan” Sosial, Bahkan SI Meyakini Perubahan Sosial Selalu Berada Di Tataran Individual. Apa Yang Ditawarkan SI Adalah Pemberdayaan Individual, Sedangkan Produk Yang Dihasilkan SI Adalah Gerakan Individual. SI Adalah Suatu Aliran, Mazhab, Lebih Jauh: SI Adalah Cara Berpikir.
Great articel. Thkyu
ReplyDelete