- Pelipatan
ruang-waktu
- Pemadatan
waktu-tindakan
- Piknolepsi
- Patologi Psikis
- Industrialisasi Tatapan
- Persilangan rizomatik antara ekonomi dan kapital.
“Lenyapnya ruang materi, menggiring kita ke arah penguasaan
waktu semata.
Kebrutalan kecepatan telah menjadi tujuan sekaligus takdir
dunia”
-Paul
Virilio-
Dromologi dan Era Flash Sale
Bagus
Ardiansyah
Pegiat Sanglah Institute
Fenomena
ekonomi[1]
kemunculan pasar digital dipengaruhi oleh perkembangan spat-kapitalisme (produksi kebutuhan semu). Laju perkembangan spat-kapitalisme, budaya pascamodern,
dan teknologi cyberspace dewasa ini
telah membawa masyarakat ke dalam beragam arus perubahan yang hipercepat. Arus
perubahan hipercepat ini, ibarat dunia yang terus berlari; tidak pernah
mengurangi tempo produksi, konsumsi, dan kecepatan informasinya, sehingga
membuat atau mengondisikan manusia menjadi tak bisa beristirahat sedikit pun
(Piliang, 2017: 42). Salah satu contoh produk dari dunia yang tak pernah
berhenti berlari ini adalah internet. Bicara ihwal internet di era digitalisasi
dewasa ini bukanlah hal baru, karena internet sudah menjelma sebagai kebutuhan
primer dalam kehidupan sehari-hari. Seolah, “dengan berinternet, maka aku ada”,
seperti itulah yang terjadi pada masyarakat di era digital. Oleh sebab itu,
disadari atau tidak, kini dalam hidupnya masyarakat sangat bergantung pada
internet. Internet menyediakan layanan informasi, edukasi, hiburan dan
komunikasi, bahkan yang irasionalnya transaksi jual-beli (pasar digital).
Hal ini
dilakukan karena menggunakan internet dinilai lebih menjanjikan dengan
jangkauannya yang tanpa batas. Dengan kata lain, dimensi spasial dari
percepatan transmisi ini—ruang dan waktu tidak ada batasan lagi atau sudah
tidak ada lagi—mendobrak tapal batas yang melangkahi semua kemungkinan hingga
menjadikan semua serba instan (virtualisasi segala bentuk realitas). Melalui
kemajuan informasi dan teknologi ini, manusia menjelma bahkan menandingi Tuhan
dengan menguasai ruang, menguasai jarak, menguasai waktu, dan menciptakan tubuh
virtual. Artinya, kini manusia seolah mempunyai kekuasaan atau kekuatan tak
terbatas seperti Tuhan (Piliang, 2017: 28). Inilah citra penampakan spirit
kapitalisme di dalam spirit pascamodernisme dan di dalam spirit cyberspace: sebuah dunia yang dikuasai
oleh informasi atau penampakan digital.
Trio
spirit tersebut telah mendaratkan cakarnya sampai di Indonesia. Hal ini bisa terlihat dari jumlah pengguna
internet di Indonesia yang setiap tahunnya selalu bertambah. Pada tahun 2013
jumlah penggunanya sebesar 72,8 juta. Kini, pada tahun 2018 terjadi kenaikan
yang sangat pesat, yakni sebesar 123 juta pengguna (Emarketer, 2018), dan
sebanyak 69% masyarakat di Indonesia masih mengandalkan perangkat mobile untuk mengakses internet, sementara
sisanya melalui desktop dan tablet (Listiyani, 2017), sangat dimungkinkan angka
tersebut akan berubah nantinya. Angka tersebut ibarat tambang emas bagi aktor
yang akan terjun ke e-commerce[2]
(pasar digital). Laju percepatan kenaikan pengguna internet ini, berimbas
sampai ke ranah transaksi jual-beli, di mana masyarakat lebih memilih melakukan
pembelian tidak lagi lewat pasar nyata, tetapi lewat pasar digital. Inilah yang
akhirnya menyebabkan menjamurnya toko-toko online
yang ada di Indonesia, seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, Blibli.com, Zalora,
Bukalapak, dan lain sebagainya. Hal ini karena, masyarakat lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk berselancar di internet, termasuk dalam
bertransaksi online.
Masifnya
toko atau bisnis online semakin
membuat tergerusnya toko-toko ritel yang ada dan tumbang karena tak kuasa
menahan arus masif digitalisasi. Masyarakat mempunyai marketplace—toko online—baru
yang melipat jarak dan waktu mereka (instan). Fenomena pergeseran tren belanja
ini mengakibatkan sejumlah toko yang ‘kelihatan’ gulung tikar. Ritel atau toko
‘kelihatan’ tersebut, seperti 7-eleven, Matahari Department Store di Pasaraya
dan Manggarai, Disc Tara, Lotus Department Store yang tutup pada akhir bulan
Oktober 217 (Julianto, 2017), dan Dabenhamas yang menutup ritelnya di beragam
tempat, seperti di supermall Karawaci, Kemang Village, dan Senayan City
(Setyani, 2017). Lebih dalam, inilah representasi dari narasi kehidupan yang
berkembang ke arah narasi kecepatan, yakni mempersempit perbedaan jarak dan
memadatkan waktu (Piliang, 2017: 56).
Karyawan
merapikan sisa busana di Lotus Department Store
(Sumber:
Setyani, 2017)
Salah
satu aplikasi marketplace dewasa ini
yang sedang marak digunakan oleh konsumen atau masyarakat adalah Shopee. Shopee
merupakan aplikasi marketplace online
yang diperuntukkan proses jual-beli di ponsel dengan mudah dan cepat, juga
mengusung konsep C2C (konsumen ke konsumen). Aplikasi ini, merupakan anak
perusahaan dari Garena yang sekarang berganti nama menjadi SEA Group yang
berbasis di Singapura, mulai masuk ke pasar Indonesia pada akhir bulan Mei 2015
dan beroperasi pada akhir Juni 2015 di Indonesia (Jeko, 2015). Di dalam
aplikasinya, shopee menawarkan beragam produk, sampai dengan produk kebutuhan
sehari-hari dengan harga yang terjangkau dan setiap barangnya mempunyai diskon
atau potongan harga. Dengan menggunakan aplikasi berbentuk mobile, ini semakin memudahkan pengguna atau konsumen dalam
penggunaan kegiatan berbelanja tanpa harus membuka websitenya lewat perangkat
komputer atau laptop. Dengan kata lain, ini sebagai perwujudan dari fenomena
percepatan waktu atau pemadatan waktu, yang disebut Paul Virilio dengan istilah
dromologi.
Selain
itu, aplikasi ritel online ini juga
memberikan layanan gratis ongkos kirim (gratis ongkir) ke seluruh Indonesia,
yang membuat semakin ‘gilanya’ konsumen atau masyarakat menggunakan aplikasi
ini dalam berbelanja. Shopee juga menampilkan interface dengan fungsi chatting
di dalam aplikasi, sehingga penjual atau pembeli bisa berbelanja dan
berkomunikasi secara real time yang
menambah kenyamanan dalam penggunaan aplikasi ini. Dalam aplikasi shopee,
pembeli bisa melakukan proses tawar-menawar, seperti pada pasar konvensional
melalui fitur tawar yang disediakan. Lebih
dalam, jika ditelisik dengan seksama, inilah representasi kehidupan
kontemporer, yakni pengurangan jarak melalui pemadatan waktu menjadi realitas
keseharian manusia kontemporer.
Bahkan,
baru-baru ini, shopee memberikan penawaran harga atau diskon yang tergolong
sangat ‘gila’ bagi konsumennya, yakni serba-serbi 9.9 super flash sale shopping day yang berlangsung dari tanggal 27
Agustus sampai 09 September 2018. Di lihat dari fenomena ini adalah salah satu
wujud dari konsep Virilio yang disebut dromologi, yakni tentang percepatan
waktu. Lebih jauh, prinsip sentral atau pusat dalam ekonomi kapitalisme global
ialah kecepatan dan percepatan. Artinya, segala sesuatu berubah, bergerak, dan
bertransformasi dalam waktu yang singkat. Segalanya muncul dalam keseketikaan,
juga menghilang dengan waktu yang sama. Fenomena ini merepresentasikan dunia
‘keseketikaan’ atau ‘kesegeraan’—terwujud dari promo flash sale 9.9 dari
shopee— yang segalanya muncul serta menghilang secara instan. Bagi kapitalisme
global, menaklukan ruang serta waktu adalah hal yang penting, karena penaklukan
tersebut demi meringkas jarak serta ruang (prinsip instanisasi) (Piliang, 2017:
32).
________________
“Penglihatan dulu adalah industri rakyat,
sebuah ‘seni melihat’. Akan tetapi, kini kta berada dalam kehadiran ‘bisnis
penampakan’ berupa industrialisasi penglihatan.”
-Paul
Virilio-
Praktik Dromologi Flash Sale Shopee
“Dromology”
berasal bahasa dari Yunani, yakni dromos,
berarti ras atau racecourse.
Dromologi adalah sebuah tubuh pengetahuan yang bersangkutan
secara khusus dengan fenomena kecepatan, atau lebih tepatnya, dengan cara
bagaimana kecepatan menentukan atau membatasi cara di mana fenomena muncul
kepada kita. Kosnsep dromologi ini
dikenalkan oleh Paul Virilio. Paul Virilio adalah
seorang teoritisi Perancis yang menciptakan suatu bentuk kajian yang inovatif
dan membangkitkan minat. Kajiannya mengenai
dromology berasal dari akhiran “drome” yang merujuk pada jalur lomba lari
atau tempat balapan mobil; dalam kajiannya, Virilio (1991a: 91) mengindikasikan
minat utamanya pada “pentingnya kecepatan yang menentukan”.
Pada tingkat yang lebih luas, Virilio tertarik mengenai
hancurnya batas-batas yang disebabkan oleh perubahan teknologi yang kelewat
dalam bentuk transportasi, komunikasi, telekomunikasi, komputerisasi, dan
seterusnya. Bentuk awal perubahan ini menyebabkan perubahan atas susunan yang
spasial, “distingsi di sini dan di sana tak lagi berarti apa-apa.”
Dengan kata lain, saat sekarang hal ini menimbulkan sedikit atau tidak ada perbedaan, apakah seseorang tinggal di kota, pinggiran, atau daerah
pedesaan. Sama halnya, apakah seseorang tinggal di Amerika Serikat, Inggris
atau Jepang.
Lebih dalam, kebanyakan Virilio lebih tertarik dengan
persoalan waktu daripada runag, karena waktu lebih penting daripada ruang di
dunia postmodern. Dromologi
merupakan istilah untuk menjelaskan keadaan atau ilmu tentang kecepatan dalam
berbagai fenomena kehidupan. Berkembanganya dromologi menjadi suatu identitas
kebudayaan baru tak bisa dihindarkan telah melahirkan beragam aspek kehidupan
dalam masyarakat, misalnya saja interaksi sosial berjalan tidak secara
normatif, tapi termediasi oleh media akibat perkembangan teknologi, meleburkan
ruang dan waktu. Efek kecepatan dan percepatan juga memengaruhi aktivitas
ekonomi. Hal ini terlihat dalam perubahan aktivitas pertukaran, transaksi, dan
alat tukar ekonomi (uang), yang menciptakan semacam “ekonomi digital”. Salah
satu contohnya adalah lahirnya pasar digital, yakni online shop, dan dalam pembahasan ini adalah shopee.
Shopee
yang memungkinkan dan memudahkan proses jual-beli antar penjual-pembeli yang
jaraknya terpisah oleh garis horizon (jauh), lewat aplikasi ini, jarak, ruang,
dan waktu sudah lenyap. Transaksi jual-beli yang klasiknya bertemu atau face to face serta melakukan perjalanan
panjang menuju ruang dan waktu atau ranah, kini sudah tidak perlu terjadi lagi.
Inilah yang disebut ‘digitalisasi ekonomi’, yakni hubungan atau interaksi
jual-beli yang diperantarai oleh perangkat-perangkat digital melampaui batasan
ruang-waktu. Dengan kata lain, aplikasi shopee ini adalah praksis dari konsep
dromologi yang mengarah pada ontologi waktu (baca: waktu diorganisasikan)
melalui kecepatan dan percepatan yang memunculkan pemadatan tempo kehidupan. Di
dalam kehidupan eksistensial kontemporer, kecepatan berubah menjadi suatu
kondisi keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Sebagaimana yang dikatakan Virilio
bahwa kehidupan kontemporer sangat “…menggantungkan diri pada kecepatan
berlari; ia akan mati, bila terlalu lambat…” (Piliang, 2017: 56).
Lebih
dalam, shopee menggunakan strategi flash
sale untuk menarik masyarakat atau konsumen sehingga singgah atau
menggunakan ‘dirinya’ dalam hal bertransaksi untuk membeli keperluan kehidupan.
Strategi yang baru-baru ini dilakukan adalah super flash sale shopping day 9.9 yang berlangsung dari tanggal 27
Agustus sampai 09 September 2018. Terkait fenomena ini, dalam dromologi Virilio
adalah wujud pemadatan waktu-tindakan,
artinya di dalam era informasi digital (narasi digital) telah menyebabkan
semakin padat pula durasi waktu, serta semakin dekat pula jarak antara satu
perbedaan dengan perbedaan berikutnya (Virilio, dalam Piliang, 2017: 58). Dunia
kini dikuasai oleh kekuasaan-gerak (moving-power)
di mana segala sesuatu (benda, komoditas, bentuk, gaya , citra, dan tanda)
dikondisikan untuk selalu bergerak dan mengalir seperti arus yang tak pernah
diam.
Bertolak
dari pendapat Virilio tentang dromologi, dalam melihat atau terkait fenomena super flash sale shopping day ini, dari jangka waktunya saja menggambarkan
suatu praksis kecepatan dan percepatan yang memang melekat pada manusia
kontemporer di dalam kehidupannya. Cara kerjanya dengan kecepatan dan
percepatan produksi serta konsumsi, yakni durasi super flash sale shopping day yang diberikan pada batas tempo
tertentu, yang sejatinya jika dicermati secara mendalam hanyalah suatu tipuan
dalam ruang kapitalisme, yang cepat dalam siklus kehampaan.
Dalam
memasarkan promo tersebut, shopee menggunakan realitas strategis, kekuasaan
pengetahuan, dan kekuasaan pergerakan lewat kemajuan teknologi. Realitas
strategis dalam pra dan proses pemasaran promo tersebut, seperti menampilkan di
Instagram story[3] secara
kejutan, Youtube, menggunakan jaringan aktor, dan lain sebagainya. Antara lain,
seperti berikut ini;
Iklan
Flash Sale dari Shopee (Goyang
Shopee) di Youtube.
Gambar
di atas merupakan tampilan iklan super
flash sale shopping day yang muncul di laman youtube. Iklan ini akan muncul
secara otomatis sebelum video yang kita pilih untuk ditonton di youtube, dan
secara terpaksa kita harus melihat promo video dari shopee ini karena tidak
bisa di ‘lewati’. Dengan kata lain, teknik framing fenomena pergerakan ini bisa
dikatakan sebagai pemerkosaan visual pada masyarakat, yakni kita disuguhkan
sesuatu yang tidak kita inginkan dan kita dipaksa untuk melihatnya.
Lebih
dalam, terkait dengan dromologi, kecepatan dan percepatan dari realitas
strategis ini adalah muncul kondisi
piknolepsi. Piknolepsi adalah kondisi pemadatan dan tumpang tindih waktu.
Dengan kata lain, berkaitan dengan frekuensi atau tingkat keseringan—semakin
tinggi kecepatan dalam persepsi, semakin banyak dan sering kita melihat
benda-benda atau iklan, dan semakin tinggi pula diferensiasi di antara
benda-benda itu (Piliang, 2017: 61). Kondisi yang ada dalam piknolepsi adalah
kepusingan atau kemabukan, yang terjadi karena penumpukan dan tingginya
frekuensi kemunculan citra—kombinasi ketakterdugaan dan kejutan-kejutan. Hal
ini pun terepresentasikan dalam fenomena proses strategi shopee untuk
memasarkan promo super flash sale
shopping daynya.
Selain
itu, akibat keseketikaan, ketakterdugaan, dan kejutan-kejutan serta kecepatan
dan percepatan dari fenomena promo super
flash sale shopping day shopee ini,
melahirkan ektasi pada diri manusia. Kondisi ekstasi yang dimaksud
adalah kondisi larutnya manusia di dalam kecepatan dan percepatan perubahan
(Gleick, dalam Piliang, 2017: 57). Kondisi ekstasi adalah sebagai fenomena
kebebasan dan pemenjaraan. Artinya, kecepatan membebaskan manusia dari berbagai
hambatan, khususnya hambatan ruang-waktu dan memungkinkan manusia untuk
menjalankan model kehidupan yang instanisasi. Kondisi tersebut sekaligus
memerangkap manusia dalam arus suatu bentuk ketergantungan, candu atau
keniscayaan.
Sementara
itu, promo yang berlari ini juga melahirkan patologi psikis pada konsumen atau
masyarakat, yakni kondisi panik, yaitu kondisi mental yang ditandai oleh
ketakutan tanpa alasan yang menyebabkan manusia berlari atau melakukan tindakan
cepat, yang sering tanpa arah. Dalam wacana kapitalisme, pascamodernisme, dan cyberspace, panik adalah kondisi yang
lumrah, yang menghasilkan mentalitas ekstasi, yakni mentalitas yang merayakan
kegairahan dan puncak kecepatan, sehingga melupakan mereka akan arah tujuan
(Piliang, 2017: 42). Dalam hal ini adalah panik informasi dan panik
konsumsi. Sederhananya, representasi
dari terminologi ini dikaitkan dengan promo shopee adalah; 1) tingkat
intensitas kemunculan iklan promo ini tanpa disadari atau tidak, akan
memengaruhi kondisi psikis dari masyarakat yang melihatnya, 2) terjadi panik
informasi, yakni ketika informasi mendatangi konsumen atau masyarakat sebagai
bom informasi tanpa mereka mampu mengambil manfaat dari semuanya, yang
diistilahkan Baudrillard sebagai implosi (peleburan segala batas), yakni
semacam kondisi ekspansi informasi ke dalam manusia—ledakan ke dalam, 3) panik konsumsi merupakan kondisi ketika
konsumsi berlangsung, tanpa konsumen atau masyarakat paham logikanya—era baru
budaya konsumen, komersialisasi segala sisi kehidupan dengan segala muatan
kesemuanya (Chaney, 2017: 58) .
Proses
promo iklan ini yang masuk ke beragam media merupakan cerminan ‘industrialisasi
tatapan’ dalam dromologi. Intervensi dari promo iklan ini terhadap pandangan
dan tatapan konsumen atau manusia telah terindustrialisasi lewat media layar.
Layar diubah menjadi ranah medan perang para pegiat di bisnis online shop ini, termasuk shopee. Kini,
mereka membawa perang ke arah perang layar, tidak lagi di atas tanah, tapi di
atas permukaan layar. Layar yang awalnya sebagai media perluasan dalam
pandangan, kini menjelma memperluas atau mempertajam ‘kekuasaan pandangan tanpa
ada yang luput dari pengawasan’ (Piliang, 2017: 72). Artinya, semua tatapan
masyarakat atau konsumen dalam pengawasan shopee, sehingga mereka menampilkan
promo tersebut pada setiap layar mobile
para konsumen atau masyarakat. Inilah yang disebut sebagai industrialisasi
tatapan.
Iklan flash
sale yang muncul di layar Handphone
ketika membuka Instagram story
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Selain
menggunakan ranah kemajuan teknologi, informasi, dan perang layar, shopee juga
menggunakan manusia sebagai pendukung dalam promo flash sale ini. Istilah dalam sosiologi ekonomi untuk hal ini
adalah jaringan sosial. Jaringan sosial adalah hubungan antarindividu yang
memiliki makna subyektif yang berhubungan atau dikaitkan dengan sesuatu sebagai
simpul dan ikatan (Damsar dan Indrayani, 2015: 158), tidak menutup kemungkinan
hubungan tersebut hanya sebatas rasio instrumental belaka. Jaringan sosial
dalam promo super flash sale shopping day
ini adalah jaringan mikro, yakni bentuk jaringan yang selalu ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, artinya suatu interaksi sosial atau hubungan sosial
antarindividu yang akhirnya melahirkan jaringan sosial (Damsar dan Indrayani,
2015: 160).
Promo flash
sale shopee menggunakan salah satu akun selebgram yang dewasa ini sedang
terkenal dan menjadi perbincangan netizen di Indonesia, yakni Raden Rauf atau
nama terkenalnya ‘om Rauf atau Auf. Dengan utilitarian pamornya tersebut, yang
digunakan sebagai pelicin, sebagai jembatan, dan sebagai perekat. Misalnya,
sebagai pelicin, artinya bahwa lewat akun selebgram Raden Rauf, shopee
memberikan ekses-ekses langka yang dilakukannya dengan jaminan suatu kepastian,
lewat promo yang dilakukan oleh selebgram Raden Rauf. Di sisi lain, ada
kompleksitas keuntungan di dalamnya, keuntungan bagi pembeli, yakni kepastian
dan ketepatan informasi suatu harga barang, promo lain yang tersedia, diskon,
dan lain sebagainya. Sedangkan keuntungan dipihak pedagang (shopee) dan yang
mengiklankan (selebgram), memperoleh laba dan menambah follower (pengikut) merupakan konsekuensi logis dari keadaan yang
terjadi.
Promote iklan Flash
Sale dari Shopee oleh akun selebgram (@radenrauf) di Instagram.
Lebih
dalam, terkait dengan dromologi adalah terjadinya persilangan rizomatik antara
ekonomi dan kapital yang menghasilkan komodifikasi dan komersialisasi
seseorang. Sebagaimana yang dikatakan
Virilio (dalam Piliang, 2017: 39), hal ini dilakukan kapitalisme untuk
menyelamatkan wajah komitmen ‘kecepatan, artinya meningkatkan perputaran dan
pergantian gaya, citra, dan produk (penggunaan selebgram), sehingga ia (baca:
kapitalisme) membentuk komersialisai segala sisi kehidupan dengan segala muatan
kesemuannya, juga secara langsung ataupun tidak telah mendoktrin pikiran.
Kecepatan komodifikasi ini atau sebut saja megastrategi, tak lain dengan maksud
perputaran uang demi motif keuntungan saja. Trik-trik simulasi media dan
industri, seperti yang dilakukan shopee, merupakan gambaran dari dromonomics[4].
Promo 9.9: Flash Sale 24 kali Sehari
Kegiatan
ekonomi dalam hal ini transaksi pembelian barang oleh konsumen di marketplace Shoope tidak hanya tentukan
oleh dorongan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lebih dari itu, kehadiran promo
9.9 Shoope dengan beragam promo mulai
dari harga Rp. 99 , voucher, gratis ongkos kirim, cash back dan sebagainya seakan membius
tindakan konsumen untuk berlomba-lomba memenuhi “hasrat” keinginan yang hanya
bisa didapatkan pada waktu tertentu di hari itu dengan kecepatan “klik”. Kecepatan membuat manusia untuk terus bergerak atau
memaksa untuk tidak diam, meskipun proses ekonomi terus berjalan.
Dalam konteks ini mengapa terjadinya
percepatan revolusioner (dari face to
face ke marketplace) bisa di
lihat dari fenomena dalam dromologi seperti berikut :
Kehadiran marketplace cepat atau lambat akan
mengubah cara orang dalam membeli kebutuhan hidup dengan cukup hanya
mengandalkan gawai saja. Artinya, akan lahir budaya instan di mana orang tak
perlu pergi ke pasar tradisional maupun modern secara beramai-ramai. Setiap
orang pada akhirnya akan dengan mudah memenuhi kebutuhan tanpa harus mengantri
dan berdesakan dengan konsumen yang lain.
Daftar Pustaka
Buku;
Chaney,
David. 2017. Life Styles: Sebuah
Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Damsar
dan Indrayani. 2015. Pengantar Sosiologi
Ekonomi. Jakarta: PrenadaMedia Group.
Piliang,
Yasraf Amir. 2017. Dunia yang Berlari.
Yogyakarta: Aurora
Virilio, P. 1991. The Aesthetics of Disappearance.,
trans. M. Polizzotti, New York: Semiotext(e).
Internet;
Emarketer. 2018.
Global Digital Users 2018. Di akses tanggal 13 September 2018 dari https://www.emarketer.com/content/global-digital-users-2018.
Jeko, I. R. 2015.
Shopee, Aplikasi Belanja Online C2C Meluncur di Indonesia. Di akses tanggal 13
September 2018 dari https://www.liputan6.com/
tekno/read/2379136/shopee-aplikasi-belanja-online-c2c-meluncur-di-indonesia.
Julianto, Pramdia
Arhando. 2017. Perusahaan Ritel Banyak Tutup, Apa Yang Sebenarnya Terjadi?. Di
akses tanggal 13 September 2018 dari https://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/27/184542026/perusahaan-ritel-banyak-tutup-apa-yang-sebenarnya-terjadi
Listiyani, Dini.
2017. WOW! 50 Juta Orang Indonesia Senang Belanja Online. Di akses tanggal 13
September 2018 dari https://techno.okezone.com/
read/2017/08/10/207/1753147/wow-50-juta-orang-indonesia-senang-belanja-online.
Setyani. 2017. 5
Toko Ritel yang Bangkrut Tergerus Toko Online. Di akses tanggal 13 September
dari https://www.rappler.com/ indonesia/berita/
186707-5-toko-ritel-bangkrut-tergerus-toko-online
[1] Gejala
dari cara bagaimana orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka
terhadap jasa dan barang, baik yang langka atau tidak (Damsar dan Indrayani,
2015: 17).
[2] perdagangan elektronik,
adalah kegiatan jual-beli barang
atau jasa, transmisi dana
atau data melalui
jaringan elektronik, terutama internet.
[3]Sebuah
fitur yang memungkinkan pengguna
mengirim foto dan video dan akan menghilang setelah 24 jam.
[4] Waktu,
ruang, uang, dan kecepatan merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari
wacana kapitalisme yang membentuk model ekonomi berbasis kecepatan.
Tags:
Bagus Ardiansyah
...Adalah Sebuah Lingkar Studi; Adalah Sebuah Institut Untuk Pengkajian Dan Pengembangan Kajian-Kajian Bernuansa Mikrososial. Sanglah Institute (SI) Meyakini Potensi Kreatif Aktor Untuk Melakukan Perubahan Atau “Perbedaan” Sosial, Bahkan SI Meyakini Perubahan Sosial Selalu Berada Di Tataran Individual. Apa Yang Ditawarkan SI Adalah Pemberdayaan Individual, Sedangkan Produk Yang Dihasilkan SI Adalah Gerakan Individual. SI Adalah Suatu Aliran, Mazhab, Lebih Jauh: SI Adalah Cara Berpikir.
0 Comments:
Post a Comment