[pic: themoscowtimes.com] |
Korupsi
dan Pertukaran Sosial di Indonesia
Tanti
Candra
Pegiat Sanglah Institute
Teori Pertukaran Sosial George Caspar
Homans
Teori pertukaran sosial George C. Homans
lahir sebagai kritik atas sosiologi makro, khususnya struktural fungsional
karena menurut Homans, para fungsionalis struktural melakukan hal yang jauh berbeda
dengan menciptakan kategori-kategori dan skema-skema konseptual. Baginya,
sosiolog tidak hanya membutuhkan skema-skema konseptual, tetapi juga membutuhkan
sekumpulan proposisi umum tentang hubungan-hubungan di antara kategori-kategori
karena tanpa proposisi-proposisi demikian penjelasan tidak akan bisa dilakukan
(Ritzer, 2012).
Teori pertukaran sosial berangkat dari
asumsi do ut des ‘saya memberi supaya
engkau memberi’. Menurut mereka, semua kontak atau interaksi yang terjadi di antara
mereka (manusia) dilandasi oleh skema memberi dan mendapatkan kembali dalam
jumlah yang sama (Raho, 2007). Menurut teori pertukaran sosial, tindakan sosial
yang dilakukan oleh individu tidak pernah hampa, maksudnya selalu ada hal yang
diharapkan dari tindakan yang mereka lakukan. Bedanya dengan prinsip ekonomi,
di dalam ilmu social, yang diharapkan tidak selalu materi tetapi bisa juga
suatu hal yang abstrak.
Menurut Ritzer (2012), teori pertukaran
sosial dipengaruhi oleh teori tindakan rasional, khususnya kecenderungan dalam
mengasumsikan seorang aktor yang berpikiran rasional. Tetapi, perbedaan di antara
kedua teori tersebut (teori pilihan rasional dengan teori pertukaran) sangat
jelas; teori pilihan rasional berfokus pada keputusan individu di dalam membuat
keputusan, sementara unit dasar analisis bagi para teoretisi pertukaran sosial
adalah interaksi atau hubungan sosial antara minimal dua belah pihak yang
terlibat. Tidak hanya sekedar menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan yang
dilakukan, ketika bertindak manusia dipengaruhi oleh harapannya akan sesuatu
hal yang diinginkan. Lebih jauh, untuk menjelaskan teori pertukarannya,
Homans mengajukan enam proposisi sebagai berikut;
Proposisi Sukses
Menurut proposisi sukses, seseorang
cenderung melakukan hal yang sama ketika mereka sukses mendapatkan penghargaan
yang diharapkan. Proposisi ini mengatakan “semakin sering tindakan tertentu
seseorang diberi penghargaan, maka orang itu akan semakin sering melakukan
tindakan itu”. Dalam proposisi sukses, ada tiga tahapan, yaitu tindakan
seseorang, hasil yang diberi penghargaan, dan pengulangan tindakan semula atau minimal
tindakan yang mirip. Proposisi sukses memungkinkan seseorang melakukan
pengulangan tindakan dengan ciri; semakin dekat jarak waktu antara tindakan
dengan penghargaan yang diberikan, maka semakin sering ia akan mengulang
tindakannya tersebut. Namun, penghargaan yang terlalu sering diberikan akan
menimbulkan rasa jenuh, sehingga penghargaan yang sifatnya sekali-kali akan
lebih diharapkan. Contohnya adalah suprise
atau kejutan ulang tahun atau kejutan ulang tahun pernikahan karena telah
berhasil menjadi istri idaman.
Proposisi Stimulus
Tindakan seseorang pada saat ini atau
masa yang akan datang dipengaruhi oleh stimulus kejadian sebelumnya. Jika
penghargaan yang diperoleh sebelumnya sesuai dengan apa yang ia harapkan, maka
kecenderungan untuk melakukan stimuli serupa pada masa ini atau masa yang akan
datang akan lebih sering. Pada proposisi ini Homans cenderung membuat
generalisasi (Raho, 2007). Maksudnya adalah, seseorang yang melakukan tindakan
berdasarkan keberhasilannya di masa lalu cenderung melakukan generalisasi
terhadap hal yang akan dilakukannya, oleh karena itu mereka tidak hanya
melakukan hal yang sama persis, tetapi juga hal yang serupa. Contoh, ketika
seorang ibu merasa puas berbelanja di pasar tradisional karena harganya yang
lebih murah, maka pada kesempatan selanjutnya, ibu tersebut akan memilih
berbelanja di pasar tradisional lagi walaupun di tempat yang berbeda tetapi
sama-sama pasar tradisional.
Proposisi Nilai
Menurut Homans, semakin bernilai
tindakan seseorang bagi dirinya, maka semakin besar kemungkinan dia untuk
melaksanakan tindakan itu (Ritzer, 2012). Pada proposisi nilai, nilai suatu
tindakan atau penghargaan yang diterima adalah penentu bagi tindakan seseorang.
Pada proposisi nilai, Homans juga berbicara mengenai hukuman dan penghargaan.
Ia mengemukakan bahwa hukuman bukanlah cara yang tepat untuk mengubah tindakan
seseorang. Daripada memberikan hukuman, menurut Homans lebih baik membiarkan
dan atau memberikan penjelasan karena jika diberikan hukuman mereka seringkali
malah melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. Seseorang lebih
tertarik melakukan sesuatu karena imbalan yang diperoleh daripada karena hukuman
atas tindakannya yang salah.
Proposisi Kejenuhan-Kerugian
Proposisi ini menyatakan bahwa nilai
dari penghargaan yang diberikan atas tindakan yang dilakukan seseorang akan
mengalami penurunan jika terus menerus dilakukan. Ucapan terima kasih yang
diucapkan pertama kali memiliki nilai lebih tinggi dari pada ucapan terima kasih
yang diucapkan kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya. Waktu menjadi
penting dalam proposisi ini, semakin sering orang menerima penghargaan yang
sama, maka nilainya akan mengalami penurunan secara terus-menerus. Dalam
proposisi ini juga Homans membahas keuntungan dan kerugian dalam teori
pertukaran sosial. Kerugian yang dimaksud adalah ketika seseorang kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan apa yang ia harapkan atas tindakan yang
dilakukannya, sedangkan keuntungan dalam teori pertukaran adalah penghargaan
yang diperoleh lebih besar dari yang diharapkan. Semakin untung seseorang dalam
tindakannya, maka ia akan semakin sering melakukan tindakan yang sama.
Proposisi-Proposisi Persetujuan Agresi
Dalam proposisi ini, ada dua proposisi
yang ditawarkan oleh Homans, yaitu; Proposisi A: ketika seseorang tidak mendapatkan
penghargaan yang dia harapkan dan menerima hukuman atas tindakan yang dia
lakukan (hukuman tentu tidak pernah diharapkan), maka orang tersebut akan
cenderung melakukan tindakan agresi dan tindakan itu akan lebih berharga
baginya. Contoh, ketika anak kecil tidak diperbolehkan membeli permen oleh
ibunya, anak kecil tersebut akan menangis dan marah-marah, baginya tindakanya lebih
berharga karena dengan cara seperti itu ibunya pasti akan mengizinkan ia
membeli permen. Proposisi B: ketika tindakan seseorang menerima penghargaan
yang dia harapkan, khususnya suatu penghargaan yang lebih besar daripada yang
dia harapkan, atau tidak menerima hukuman yang dia harapkan, dia akan merasa
senang; dia menjadi lebih mungkin melaksanakan perilaku menyetujui, dan hasil
dari perilaku demikian menjadi lebih bernilai baginya (Homans).
Proposisi Rasionalitas
Dalam memilih di antara
tindakan-tindakan alternatif, seseorang akan memilih tindakan, yang dia rasakan
pada saat itu, mempunyai nilai hasil yang lebih besar, yang dilipatgandakan
oleh kemungkinan mendapat hasil (Homans). Proposisi rasionalitas menerangkan
bahwa penghargaan bernilai tinggi akan turun nilainya jika para aktor
menganggap mereka tidak mungkin dapat memperolehnya. Sebaliknya, penghargaan
yang kurang bernilai akan meningkat nilainya jika peluang untuk memperolehnya
semakin besar. Seseorang lebih senang mendapatkan penghargaan yang benilai
tinggi dan peluang besar untuk mendapatkannya. Homans juga menghubungkan proposisi
rasionalitas dengan proposisi sukses, stimulus, dan nilai. Proposisi
rasionalitas memberitahukan kepada kita bahwa seseorang melakukan tindakan
berdasarkan analisis mereka atas keberhasilan dan ketidakberhasilannya. Untuk
menjelaskan kenapa orang bisa memperkirakan keberhasilan atau kegagalannya,
maka kita membutuhkan proposisi nilai. Kesimpulan dari teori Homans adalah,
aktor sebagai pencari keuntungan yang rasional.
Analisis
Kasus: Fenomena Korupsi di Indonesia
Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia
cukup sering. Pada tahun 2017, KPK melaporkan 19 operasi tangkap tangan (OTT),
KPK juga melakukan 114 kegiatan penyelidikan, 118 penyidikan, dan 94 kegiatan
penuntutan. Selain itu, melakukan eksekusi terhadap 76 putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap (www.kpk.go.id). Salah satu tindak pidana korupsi
yang sering dilakukan oleh para koruptor adalah fenomena suap. Kasus suap tidak
dapat dilakukan oleh satu orang atau satu pihak, jadi tindakan suap pasti
dilakukan oleh dua orang atau dua pihak. Di Indonesia, biasanya kasus suap
dilakukan oleh pengusaha dan diterima oleh penguasa, tetapi kasus suap juga ada
yang dilakukan antara kedua belah pihak yang sama-sama menjadi pejabat negara.
Sebagai contoh kasus suap yang diterima oleh bupati Halmahera Timur. Kasus suap
yang dilakukan oleh para kontraktor proyek jalan kementrian PU dan Perumahan
Rakyat (PUPR) di Maluku dan Maluku Utara. Rudi Erawan (Bupati Halmahera Timur)
diduga menerima suap sebesar Rp 6,3 miliar dari sejumlah kontraktor untuk memuluskan
proyek jalan (cnnindonesia.com). Kasus suap lainnya juga dilakukan oleh MYF
selaku Bupati Kebumen periode 2016-2021 bersama dengan HA yang diduga menerima
suap terkait pengadaan barang dan jasa
dana APBD Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016. Kasus tindak pidana
korupsi lainnya yang belakangan ini ramai dibicarakan adalah kasus korupsi yang
menyeret sejumlah DPRD Kota Malang, kepala dinas pekerjaan umum perumahan dan
pengawas bangunan pemerintah Kota Malang tahun 2015, serta walikota malang
periode 2015-2018 (www.kpk.go.id).
Kasus suap merupakan sebuah tindakan
yang dilakukan oleh seseorang karena ia menginginkan suatu imbalan atau hasil
dari tindakan yang dilakukannya. Jelas hal tersebut sangat manusiawi dan
menurut Homans kondisi yang demikian memang menjadi ciri dari suatu interaksi
sosial karena menurut Homans, interaksi sosial tidak hampa, ada hukum ekonomi
yang bekerja di mana setiap tindakan merupakan pertukaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang
terlibat, ada imbalan yang diharapkan dari tindakan yang dilakukan oleh
seseorang baik imbalan berupa barang atau bersifat ekonomis, maupun imbalan
yang sifatnya abstrak. Tetapi, dalam kasus korupsi, tentu imbalan yang
diharapkan berdasarkan kepentingan ekonomi karena sebagian besar kasus suap
dilakukan karena tujuan ekonomi.
Secara teoritis, tindak pidana korupsi
logis dilakukan karena adanya timbal-balik yang saling menguntungkan di antara
para pelaku yang terlibat. Tetapi, tindakan korupsi adalah tindakan pidana yang
merugikan negara dan masyarakat Indonesia, oleh karena itu negara membuat suatu
lembaga khusus untuk memberantas kasus korupsi serta pemberian hukuman yang
berat kepada para pelaku. Bahkan, beberapa koruptor justru melakukan tindak
pidana korupsi berulang kali. Lantas apakah penyebabnya? Kita akan mengulas
masalah tersebut menggunakan proposisi-proposisi dalam teori pertukaran Homans.
Pertama, para koruptor cenderung
melakukan tindakan korupsi secara berulang karena pada kesempatan yang sudah
berlalu mereka melakukan korupsi dengan sukses; sukses mendapatkan imbalan sesuai
dengan yang diinginkan, misalnya uang suap sejumlah yang diminta, sukses
menghindari penyelidikan KPK, dan sukses menghindari hukuman yang ditakutkan,
oleh karena itulah para koruptor cenderung melakukan tindakannya secara
berulang.
Seperti yang dilakukan oleh Bupati
Nganjuk nonaktif Taufiqqurahman, KPK menduga Taufiqurahman telah melakukan
beberapa tindak pidana korupsi, di antaranya adalah menerima gratifikasi dari
dua rekanan kontraktor di Kabupaten Nganjuk serta pemberian lainnya yang telah
diterima oleh Taufiqqurahman terkait mutasi, promosi jabatan, dan berbagai fee proyek di Kabupaten Nganjuk. Pertanyaan
selanjutnya adalah, kenapa para koruptor masih saja menginginkan keuntungan
lain, padahal mereka telah mendapatkan penghasilan yang tinggi. Jawabannya
selain memang sifat dasar manusia yang tidak pernag puas, proposisi sukses
menjelaskan bahwa pemberian yang sifatnya sewaktu-waktu seperti gratifikasi
atau uang suap akan lebih menarik bagi mereka daripada uang gaji yang
diterimanya secara rutin.
Tindak pidana korupsi yang dilakukan
berulang kali oleh pelaku, berarti hukuman yang diterima baik dari lembaga
pengadilan maupun dari masyarakat berupa sanksi sosial belum mampu membuat
mereka merasa terhukum, karena menurut proposisi stimulus, manusia akan
mengulang kembali tindakannya berdasarkan stimultan yang telah terjadi
sebelumnya, semakin sering orang tersebut mendapat penghargaan, maka ia akan
semakin sering mengulang perbuatannya.
Orang-orang yang melakukan tindakan
korupsi adalah mereka yang menganggap keuntunggan material adalah segalanya dan
berorientasi material, karena menurut proposisi nilai, semakin bernilai hasil
tindakan bagi dirinya, semakin besar kemungkinan dia untuk melaksanakan
tindakan itu. Tentu saja hasil yang diperoleh oleh para koruptor dari
tindakannya tersebut sangat tinggi, bahkan mencapai angka ratusan juta bahkan
milyaran. Besar-kecil nilai yang dihasilkan dari tindakan para koruptor sangat
variatif tergantung pada proyek yang digarap dan jabatan yang diemban.
Para pejabat negara yang tersandung
kasus suap tidak akan mau menerima suap jika bagi mereka nilainya tidak sesuai
dengan tindakan yang bereka lalukan, oleh karenanya dalam kasus suap pasti ada
negosiasi antara penyuap dan penerima suap sehingga terjadilah kesepakatan. Maraknya
fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia seringkali menuai komentar dari
berbagai pihak yang mengatakan bahwa yang salah di sana adalah hukumnya, yakni hukuman
yang terlalu ringan untuk para koruptor. Tetapi menurut Homans, hukuman yang
berat pun tidak menjamin seseorang bisa berubah bahkan seringkali seseorang
bertindak menyimpang dari yang diharapkan atas hukuman yang diterimanya. Penghargaan
kepada para pejabat yang tidak melakukan tindak pidana korupsi mungkin akan
menjadi daya tarik bagi mereka agar tidak melakukan tindakan korupsi, misalnya
dengan memberikan penghargaan pejabat negara yang terbebas dari korupsi atau
memberikan hadiah lainnya yang dapat membuat mereka merasa terpuji karena telah
lolos dari penyelidikan KPK.
Pemberian hukuman yang terus-menerus dan
berulangkali pun tidak akan efektif karena seperti halnya penghargaan, hukuman
pun sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang akan mengalami
penurunan nilai. Semakin sering seseorang dihukum atau dipenjara, maka akan
semakin terbiasalah dia, dan rasa takut serta rasa menyesalnya akan semakin
menurun sehingga tidak akan menimbulkan efek jera.
Menurut proposisi kejenuhan-kerugian, kerugian
adalah hilangnya penghargaan karena tidak jadi melakukan jalur-jalur tindakan
alternatif. Sedangkan keuntungan adalah besarnya jumlah penghargaan yang
diperoleh oleh seseorang atas tindakan yang dilakukannya, bahkan melebihi
harapannya. Menurut teori pertukaran, semakin banyak keuntungan daripada
kerugian yang diperoleh atas tindakannya, maka semakin sering orang itu akan
melakukan tindakan yang sama (Ritzer, 2012). Berdasarkan penjelasan tersebut,
dihubungkan dengan seringnya tindakan korupsi oleh para koruptor, menunjukkan
bahwa keuntungan yang mereka peroleh lebih besar daripada kerugian yang harus
ditanggung. Hukuman yang akan mereka terima nilainya lebih kecil daripada
keuntungan yang akan mereka terima sehingga para koruptor tidak perlu ragu
dalam melakukan tindakan korupsi.
Sebagai pejabat negara atau sebagai
pemegang kebijakan, sesungguhnya mereka memiliki keleluasaan dalam memilih
untuk melakukan tindakan korupsi atau
melakukan tindakan-tindakan alternatif lainnya. Berdasarkan proposisi
rasionalitas dalam memilih di antara tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh
seseorang, tindakan yang pada saat itu dirasa memiliki nilai hasil yang lebih
besar, maka orang tersebut lebih memilih untuk melakukan tindakan tersebut. Mengacu
pada proposisi tersebut, dapat kita ketahui bahwa sesengguhnya tindakan korupsi
yang dilakukan oleh para koruptor melalui pertimbangan sebelumnya memiliki
nilai hasil yang lebih tinggi daripada menjadi pejabat yang amanah dan tidak melakukan tindakan korupsi,
oleh karena itulah mereka tetap korupsi walaupun salah tetapi nilai hasil yang
diperolehnya lebih tinggi. Mereka yang sedang menjabat dan melakukan tindakan
korupsi berarti sedang memaksimalkan kegunaannya, sesuai dengan terminologi
ekonomi.
Berbagai macam tindak pidana korupsi
jelas menunjukkan bahwa dalam melakukan tindakan seseorang tidak dengan ikhlas
begitu saja melakukan tindakan tersebut, melainkan ada hal yang diinginkannya di
balik tindakan itu. Dalam hal ini, kita bisa memprediksi dua kemungkinan dengan
teori pertukaran. Pertama, seseorang
yang ingin menjadi pejabat atau pemegang kebijakan tidak semata-mata hanya ingin
mengemban tugas mulia menyejahterakan rakyat saja, tetapi mereka juga memiliki
keinginan-keinginan lainnya seperti mendapatkan penghormatan, status sosial di
masyarakat, sanjungan ketika gaya memimpinnya disukai oleh rakyatnya, serta
kepuasan batin lainnya.
Tetapi, kemungkinan yang kedua adalah
adanya keinginan lain yang muncul ketika mereka telah menjabat, yaitu keinginan
untuk memperkaya diri atau mengembalikan modal kampanye yang telah digunakan untuk
memperoleh jabatan. Hal itu sesuai dengan proposisi rasionalitas dalam teori
pertukaran yang menyatakan bahwa penghargaan bernilai tinggi akan turun
harganya jika susah untuk menggapainya, sedangkan penghargaan yang kurang
bernilai akan naik nilainya ketika lebih mudah untuk menggapainya.
Referensi;
Poloma,
MM. 1992. Sosiologi Kontemporer. Jakarta:
Rajawali
Raho,
Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Ritzer,
George. 2012. Teori Sosiologi dari Klasik
sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Berbagai
berita dari website resmi komisi pemberantasan korupsi: www.kpk.go.id
Berita tentang Pembentukan Advokasi
Daerah Antikorupsi di Kalimantan Barat: tanggal 8 Maret 2018
Berita kasus korupsi Bupati Kebumen:
tanggal 23 Januari 2018
Berita kasus korupsi Walikota Malang: tanggal
21 Maret 2018
Laporan OTT KPK tahun 2017
Berita
dari sumber lainnya yaitu dari CNN Indonesia melalui website www.cnnindonesia.com
Tags:
Tanti Candra
...Adalah Sebuah Lingkar Studi; Adalah Sebuah Institut Untuk Pengkajian Dan Pengembangan Kajian-Kajian Bernuansa Mikrososial. Sanglah Institute (SI) Meyakini Potensi Kreatif Aktor Untuk Melakukan Perubahan Atau “Perbedaan” Sosial, Bahkan SI Meyakini Perubahan Sosial Selalu Berada Di Tataran Individual. Apa Yang Ditawarkan SI Adalah Pemberdayaan Individual, Sedangkan Produk Yang Dihasilkan SI Adalah Gerakan Individual. SI Adalah Suatu Aliran, Mazhab, Lebih Jauh: SI Adalah Cara Berpikir.
0 Comments:
Post a Comment