Beberapa tahun kemudian, aku kembali menemui sosok yang paling berjasa dalam karirku, ia yang memperkenalkanku pada kajian ilmiah mimpi, ia yang menafsirkan mimpi ular-ular raksasaku tiga puluh tahun silam. Saat itu, aku sedang melakukan penelitian tentang sleep paralysis, kau tahulah apa itu, ketika kau sedang tidur namun memiliki kesadaran penuh; bisa melihat dan mengetahui apa yang terjadi di sekelilingmu, tapi kau sama sekali tak bisa berteriak atau bergerak! Masyarakat kita sering menyebutnya “tindihan”.
TEMBUS*
Wahyu Budi Nugroho
Pegiat Sanglah
Institute
Aku tahu cara mereka mengakaliku. Mereka akan membuatku susah tidur,
memikirkan hal-hal yang tak penting atau apalah, membuatku berpikir tentang
sesuatu yang sebetulnya tak perlu dipikirkan dan semacamnya. Terkadang, jika
aku tak waspada, mereka berhasil membuatku sedikit was-was. Karena aku tak bisa
tidur, maka aku memikirkan jantungku kalau-kalau ia berdetak tak berirama, atau
berdebar, dan memang, itu pernah kualami.
Dari situ, mereka akan menggiringku untuk bermasturbasi. Kenapa? Ya,
karena aku tak bisa tidur dan aku perlu rileks. Masturbasi akan membuang
energiku, membuatku lemas, sehingga aku ngantuk dan akhirnya bisa tidur.
Padahal, selepas Isya aku sudah membaca Ayat Kursi. Kata nabi,
barangsiapa membacanya setelah sholat akan selalu berada dalam lindungan-Nya
hingga masuk waktu sholat berikutnya. Di sinilah kelengahanku, mereka membuatku
berhadas besar, junub, tak lagi suci,
sehingga aku bisa ditembus.
Dimulailah mimpi-mimpi tak karuan itu, tiga orang terdekatku mati semua.
Tentu, ini adalah ancaman dari mereka. Satu temanku dicaplok ular anakonda
besar, besaaar sekali! Dan memang, dalam mimpiku ada dua ular besar. Satu si
anakonda itu, dan satunya lagi kobra raksasa berkepala empat. Dua teman dekatku
lainnya mati tertimpa reruntuhan bangunan akibat kibasan ekor ular-ular besar
itu di pinggir kolam renang, sedangkan aku berhasil menyelamatkan diri dan
menjadi linglung: apa yang harus kukatakan pada orangtua mereka? Teman-temanku hilang
begitu saja, menurut keterangan yang kudapat, jasad mereka tak ditemukan semua;
sama sekali tak bersisa, tak ada jejak.
Kelinglungan itulah yang membuatku bangun, dan meyakinkanku betapa semua
ini adalah ulah mereka. Keberadaan ular dalam mimpi jelas-jelas adalah gangguan
jin! Setelah mimpi seram itu, aku berjanji tak akan pernah lagi bermasturbasi
meskipun tak bisa tidur. Bagaimana tidak, kondisi hadas besar itulah yang
membuatku bisa ditembus.
“Oh, jadi kamu menganggap semua itu adalah ulah jin?”
“Iya, siapa lagi?!” balasku berupaya meyakinkannya.
“Kamu tahu— “ ia langsung menimpali. “—justru seharusnya kamu bersyukur
karena bisa bermimpi buruk,”
“Heh, bagaimana bisa?!”
“Mimpi buruk adalah mekanisme alam bawah sadar kita untuk membersihkan
dirinya. Seperti sistem defrag dalam
komputer yang menata ulang file-file, menyusun ulang yang renggang, membuang residu-residu
file yang tak diperlukan lagi. Singkatnya, dalam psikologi mimpi, itu adalah
cara pikiran dan jiwa menjaga kesehatan dirinya: menjagamu tetap waras.”
Penjelasannya menarik juga. Ia berupaya menerangkan pengalamanku secara
rasional. Ia pun kembali melanjutkan: “Ampas-ampas kotoran dalam pikiranmu
dibuang lewat mimpi buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, kamu mengalami stres,
tekanan, emosi yang tak stabil entah karena pekerjaan atau hubunganmu dengan orang-orang;
tapi seringkali juga, kamu tak sadar: tak menyadari stres itu. Nah, di situlah
tugas mimpi buruk untuk membuang ampas-ampas, residu-residu.”
“Benarkah seperti itu?”
“Ya, oleh karenanya, kamu justru harus bersyukur bisa mimpi buruk, ia
menyelamatkan kesehatan jiwamu. Semenjak disiplin psikologi telah sampai pada
pencapaian-pencapaian yang mengesankan, semuanya bisa ditafsirkan. Catat ini,
termasuk segala bentuk mimpi dan beragam cerita di dalamnya! Mimpi buruk adalah
ekstrak dari pengalaman-pengalaman stresmu di kehidupan nyata yang dibuang,”
“Hei, aku tertarik belajar soal ini,”
“Bisa. Untuk permulaan, aku bisa meminjamimu ‘tafsir mimpi’ dari Freud”. Tentu,
aku sangat antusias mendengar tawarannya, aku tak sabar ingin membaca buku yang
disebutnya barusan. “Jadi, mimpi buruk bukanlah tanda Tuhan tak melindungimu, justru
sebaliknya: itu karena Ia menyayangimu!”
“Tapi...,” lanjutnya. Aku tak rela jika ini dijelaskan lain waktu.
“Tapi apa?!” rongrongku padanya.
“Jika kamu terlalu sering bermimpi buruk, hampir setiap malam bahkan,
maka itu buruk juga. Terlalu sering mimpi buruk juga bisa membuatmu gila,
‘mengalami gangguan jiwa’ maksudku,”
“Oh...,” aku cuma terbengong.
“Terlalu sering mimpi buruk menandakan tingkat stresmu di level yang
sangat menghawatirkan. Pikiran dan jiwamu jelas sangat tak sehat: terlalu
banyak ampas kotoran. Jika sudah seperti ini, kamu wajib menemui psikiater,”
Itulah percakapan yang mengawali
kepakaranku di bidang mimpi. Aku memperoleh Ph.D dari Sigmund Freud University
(SFU) of Vienna, dengan desertasi mengenai lucid
dream, yakni bagaimana kita bisa memiliki kesadaran penuh saat bermimpi,
bahkan bisa merancang dan mengontrol mimpi kita. Aku sudah membantu banyak
orang terkenal dunia, mengajari mereka cara mengendalikan mimpinya, dari artis
sampai politisi, bahkan juga presiden. Mereka yang tercatat pernah menjadi pasienku,
antara lain; Ariana Grande, Lady Gaga, Oprah Winfrey, Donald Trump, Vladimir
Putin, Fadli Zon, Tsamara Amany, juga Lucinta Luna.
Beberapa tahun kemudian, aku kembali menemui sosok yang paling berjasa dalam karirku, ia yang memperkenalkanku pada kajian ilmiah mimpi, ia yang menafsirkan mimpi ular-ular raksasaku tiga puluh tahun silam. Saat itu, aku sedang melakukan penelitian tentang sleep paralysis, kau tahulah apa itu, ketika kau sedang tidur namun memiliki kesadaran penuh; bisa melihat dan mengetahui apa yang terjadi di sekelilingmu, tapi kau sama sekali tak bisa berteriak atau bergerak! Masyarakat kita sering menyebutnya “tindihan”.
Kutanyakan lah pendapatnya soal ini.
“Jadi, bagaimana menurutmu? Sleep paralysis ini, kenapa bisa
begitu?”
“Ya, jelas ... itu karena aliran
darah tak normal. Aliran darah tak lancar karena ada bagian tubuh yang tertimpa
sesuatu— “ tapi jawabannya kemudian membuatku tercengang: “—akibat tertindih
makhluk halus”.
Aku hancur.
*****
Tags:
Wahyu Budi Nugroho
...Adalah Sebuah Lingkar Studi; Adalah Sebuah Institut Untuk Pengkajian Dan Pengembangan Kajian-Kajian Bernuansa Mikrososial. Sanglah Institute (SI) Meyakini Potensi Kreatif Aktor Untuk Melakukan Perubahan Atau “Perbedaan” Sosial, Bahkan SI Meyakini Perubahan Sosial Selalu Berada Di Tataran Individual. Apa Yang Ditawarkan SI Adalah Pemberdayaan Individual, Sedangkan Produk Yang Dihasilkan SI Adalah Gerakan Individual. SI Adalah Suatu Aliran, Mazhab, Lebih Jauh: SI Adalah Cara Berpikir.
0 Comments:
Post a Comment