Posmodernitas,
Degradasi Komunikasi, dan HOAX
Wahyu Budi
Nugroho
Sosiolog
Universitas Udayana
Disampaikan
dalam seminar nasional bertema “Hoax, Hilangnya Akal Sehat, dan Ancaman Ruang
Publik” di Grha Widya Sabha, Universitas Udayana, 8 Oktober 2017.
Posmodernitas
Membincang
istilah posmodern atau “pascamodern” setidaknya selalu berkaitan dengan istilah
serupa yang menyertainya, yaitu; posmodernitas, posmodernisme, dan teori sosial
posmodern. Istilah posmodernitas menunjuk pada periodesasi waktu antara era
modern dengan era setelah modern, dalam arti, terdapat garis damarkasi jelas
yang membedakan karakter keduanya. Adapun istilah posmodernisme menunjuk pada
produk-produk budaya yang lahir di era pascamodern, dalam hal ini, banyak pihak
mendaulat karya-karya arsitektur Charles Jenks sebagai pelopor budaya
posmodern. Sementara, istilah teori sosial posmodern digunakan sebagai pembeda
corak teori-teori sosial yang muncul di era sebelumnya, yakni era modern dengan
karakter teori-teori sosial yang universal, rasional, dan ahistoris—sangat positivis.
Istilah
posmodernitas yang hendak dibahas lebih jauh dalam subbab ini mengacu pada
pendefinisian Anthony Giddens, yakni suatu era di mana produksi informasi jauh
lebih masif ketimbang produksi manufaktur (barang/benda). Era ini, sesungguhnya
dimulai ketika internet mulai digunakan secara masif oleh masyarakat Amerika
Serikat dan Eropa pada awal tahun 1980-an. Sementara, pemikir lain seperti Jean
Baudrillard mendefinisikan posmodern sebagai era di mana konsumsi lebih masif
ketimbang produksi. Corak yang demikian ini jelas berdampak pada struktur dunia
kerja di mana sektor jasa pun menjadi lebih dominan kemudian.
Kembali pada
pendefinisian Giddens mengenai posmodernitas. Hal yang menarik dari masifnya
produksi informasi daripada manufaktur nyatanya sekaligus membawa masyarakat
pada era “kebingungan informasi”. Bagaimana tidak, setiap detik terjadi
pembaharuan informasi dari segala penjuru dunia, dan lewat perspektif produsen
informasi yang berbeda-beda, sudut pandang masyarakat sebagai pengonsumsi
informasi pun menjadi beragam pula. Tak hanya itu saja, informasi yang begitu
deras membanjiri masyarakat turut menciptakan morfologi sosial tertentu
berdasarkan isu yang dibawa arus informasi tersebut, inilah yang kemudian
disebut sebagai kultur “masyarakat jaringan” oleh Manuel Castells.
Degradasi Komunikasi dan Sampah Visual
Membanjirnya
arus informasi memiliki sisi positif maupun negatif. Ihwal negatif yang agaknya
mulai dirasakan dewasa ini adalah terjadinya “degradasi komunikasi” atau
“komunikasi yang kehilangan makna”. Degradasi komunikasi terjadi ketika kita
serba dimudahkan untuk berkomunikasi; kapan pun dan dimana pun. Kemudahan itu
seringkali memancing atau menjebak kita pada bentuk-bentuk komunikasi yang tak penting. Pakar komunikasi asal
Inggris, George Mierson misalnya, membuat sebuah rumus: apabila dalam satu jam, lebih dari tiga ribu kata keluar dari mulut
kita, maka itu bisa dipastikan sebagai “komunikasi sampah”. Hal inilah yang
dimaksudkan Mierson sebagai komunikasi yang kehilangan makna, yakni ketika
banyak hal remeh dan tak penting yang diungkapkan dalam proses komunikasi.
Pada gilirannya,
komunikasi sampah ini juga akan melahirkan “sampah visual”, yakni teks-teks
yang bertebaran di dunia maya—terutama media sosial—yang sesungguhnya tidak
perlu kita konsumsi tetapi terpaksa harus dikonsumsi. Tak hanya itu saja,
dikarenakan keberadaan-nya dalam ruang-ruang publik dunia maya, maka ia pun
menjelma menjadi “perkosaan visual”. Lebih jauh, hal ini diperparah dengan
psikologis pengguna media sosial di mana seseorang yang mengoperasikannya
ibarat “mengintip lewat lubang kunci” tetapi ia tak sadar jika dirinya juga
sedang diintip banyak orang. Inilah mengapa, seringkali muncul hal-hal yang tak
sepatutnya dipublikasi di media sosial—ia mengira hanya dirinya yang melihat
orang lain, padahal banyak orang juga melihat dan mengamatinya.
Hoax sebagai Kulminasi?
Pakar
sosial-internet Kieron O’hara mengatakan bahwa apa yang kita hadapi dalam era
internet ini adalah bercampur-baurnya antara informasi benar, informasi salah,
dan keyakinan. Sintesis dari serangkaian hal tersebutlah yang kiranya dapat
kita sebut sebagai “hoax”. Kerapkali suatu citra adalah benar, namun teks yang
menyertainya salah, begitu pula sebaliknya: teks yang benar, tetapi citra yang
salah; atau yang lebih parah lagi ketika baik keduanya salah sehingga informasi
palsu absolut tercipta. Setidaknya terdapat dua poin utama penyebab hoax tumbuh
subur di tanah air dewasa ini. Pertama,
beralihnya media offline pada online sehingga terkadang memancing produsen
informasi membuat berita-berita bersifat bombastis, mengusik, berikut menggoda
demi menaikkan rating mengingat
pemasukan mereka beralih pada iklan-iklan online. Kedua, kepentingan politik praktis. Agaknya, dunia maya menjadi sarana
yang paling mudah dan murah untuk melancarkan kepentingan ini.
Sialnya, penggunaan
media maya sebagai sarana politik praktis cenderung mengarah pada
praktek-praktek provokatif dan berpotensi memecah-belah persatuan bangsa.
Sementara, dunia maya atau kultur masyarakat jaringan sesungguhnya bisa menjadi
modal strategis dalam memperkokoh integrasi nasional. Inilah mengapa pemerintah
kemudian mencetuskan UU ITE yang salah satu butirnya melarang praktek-praktek ujaran
kebencian di dunia maya. Akan tetapi, jarang disadari khalayak bahwa hadirnya
UU ITE turut mengancam keberadaan ruang publik. Sebagaimana diungkapkan Jurgen
Habermas, ruang publik adalah wadah terbentuknya masyarakat sipil yang
dipertentangkan dengan kekuasaan negara, juga kekuatan modal. Dengan kata lain,
ruang publik haruslah netral dari intervensi negara. Dalam hal ini, hadirnya UU
ITE justru mengancam dan mendistorsi keberadaan ruang publik itu sendiri. Seyogiyanya,
keberadaan UU ITE tidak diperlukan apabila masyarakat kita telah cerdas
bersosial-media.
Refleksi
Hoax takkan
bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi, ibarat sebuah pepatah, dimana ada
kehidupan, di situ ada penyakit; begitu juga, selama ada jaringan internet, di
situ akan selalu ditemui hoax. Tegas dan jelasnya, kita tak perlu terlampau
risau dalam merespon fenomena hoax yang tengah menggejala. Ini menjadi bagian
dari fase pencerdasan masyarakat maya tanah air. Nyatanya, internet masih cukup
baru di tanah air, berbeda dengan masyarakat Amerika Serikat dan Eropa yang
sudah mulai menggunakannya secara masif di awal tahun 1980-an. Bukti lain betapa
internet masih baru di Indonesia adalah: saat ini kita baru mulai menggalakkan
proses digitalisasi birokrasi.
*****
Bacaan lanjutan;
Barker, Chris. 2009. Cultural Studies. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Giddens, Anthony. 2009. Konsekuensi-konsekuensi Modernitas.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Habermas, Jurgen. 2009. Ruang Publik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Mierson, George. 2002. Heidegger, Habermas, dan Telepon Genggam.
Yogyakarta: Jendela.
O’hara, Kieron. 2002. Plato dan Internet. Yogyakarta: Jendela.
Ritzer, George. 2013. Teori Sosial Posmodern. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Tags:
Wahyu Budi Nugroho
...Adalah Sebuah Lingkar Studi; Adalah Sebuah Institut Untuk Pengkajian Dan Pengembangan Kajian-Kajian Bernuansa Mikrososial. Sanglah Institute (SI) Meyakini Potensi Kreatif Aktor Untuk Melakukan Perubahan Atau “Perbedaan” Sosial, Bahkan SI Meyakini Perubahan Sosial Selalu Berada Di Tataran Individual. Apa Yang Ditawarkan SI Adalah Pemberdayaan Individual, Sedangkan Produk Yang Dihasilkan SI Adalah Gerakan Individual. SI Adalah Suatu Aliran, Mazhab, Lebih Jauh: SI Adalah Cara Berpikir.
Selamat pagi pak Wahyu .saya cindi mbere dari tulisan pak Wahyu
ReplyDeleteMengenai pahaman Giddens tentang posmodernitas. Hal yang menarik dari masifnya produksi informasi daripada manufaktur nyatanya sekaligus membawa masyarakat pada era “kebingungan informasi”.kalimat ini menurut saya sudah banyak sekali kita alami di Indonesia saat ini bahkan dunia bahwasannya kita dalam arti masyarakat telah hidup dalam suatu kebingungan informasi Bagaimana tidak, setiap detik terjadi pembaharuan informasi dari segala penjuru dunia, dan lewat perspektif produsen informasi yang berbeda-beda, sudut pandang masyarakat sebagai pengonsumsi informasi pun menjadi beragam pula.kalimat ini pun mengarahkan kita pada informasi yang di beritahukan dan yang kita dengar sudah sesuai atau bahkan informasi yang tidak benar .
Jika kita kaitkan ke penjelasan mengenai hoax ,dimana masyarakat Indonesia sendiri saat ini telah di peralat informasi hoax .Hoax takkan bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi, ibarat sebuah pepatah, dimana ada kehidupan, di situ ada penyakit; begitu juga, selama ada jaringan internet, di situ akan selalu ditemui hoax.
Selamat pagi bapak Wahyu, terimakasi atas penjelasan tentang berita hoax yang membawa dampak besar bagi sebagian masyarakat, saya mengutip dari artikel bapak tentang “ Hal yang menarik dari masifnya produksi informasi daripada manufaktur nyatanya sekaligus membawa masyarakat pada era “kebingungan informasi”. Bagaimana tidak, setiap detik terjadi pembaharuan informasi dari segala penjuru dunia, dan lewat perspektif produsen informasi yang berbeda-beda, sudut pandang masyarakat sebagai pengonsumsi informasi pun menjadi beragam pula.” Jadi sampai detik inipun banyak yang menyebarkan berita hoax. Berita hoax ini tidak hanya dirasakan oleh kaum kaum muda bahkan sampai ke nenek kakek dan parahnya ibu ibu Whatsapp Group yang terpancing berita hoax karena beredarnya berita atau cerita palsu dari berbagai pendapat dan berbagai penjuru dunia tetapi dibuat seolah olah berita itu benar adanya. Sebenarnya tujuan dari berita hoax ini adalah membuat masyarakat merasa tidak aman dan tidak nyaman terlebih lagi benar adanya membuat masyarakat kebingungan seperti yang sudah dipaparkan di artikel tersebut.
ReplyDeleteSebagai kaum milenial harus cerdas dalam melihat fakta yang ada, jangan langsung disebarluaskan apalagi sampai masuk ke WAG ibu ibu komplek. Terimakasi
Gusti ayu kade mirah diantari/1812511049
Selamat pak wahyu izin sedikit berkomentar terkait tulisan diatas, saya sangat setuju terkait pernyataan Kembali pada pendefinisian Giddens mengenai posmodernitas. Hal yang menarik dari masifnya produksi informasi daripada manufaktur nyatanya sekaligus membawa masyarakat pada era “kebingungan informasi”. Hal ini sangat jelas terlihat karena arus informasi yang tiap menit bahkan detik terus berjalan dan diperbaharui, seolah olah seperti peserta lari maraton. Keterlambatan dalam mengikuti perkembangan informasi dapat menimbulkan banyaknya hoax (berita yang tidak ada validitas) yang berkembang di masyarakat. Berbagai sumber media informasi juga menambah keberagaman gaya bahasa dalam memvisualisasikan suatu berita menimbulkan beragam persepsi dalam masyarakat, keberagaman persepsi ini tidak jarang menimbulkan konflik antar individu/ kelompok. Ditambah lagi tidak semua masyarakat mencari berita dalam berbagai referensi, ada kecenderungan masyarakat hanya menerima berita dari satu sumber saja sehingga tidak ada poin of view yang berbeda.
ReplyDeleteGita Ginanti-1812511035
selamat pagi pak, terimakasih pak buat penjelasan yang sangat menarik ini mengenai penyebaran informasi di lingkungan masyakarat saat ini. Saya sangat setuju mengenai kemunculan hoax di masyarakat dimana masyarakat sendiri saat ini kurang menyaring kebenaran - kebenaran dari informasi yang ada. Saat ini akibat kemudahan penyebaran informasi menimbulkan banyak informasi yang tidak akurat atau hoax - hoax yang seharusnya tidak perlu untuk dikonsumsi. seperti yang tertera di artikel diatas mengenai kemunculan degradasi komunikasi yakni kehilangan dari makna yang terkandung dalam sebuah informasi, hilangnya makna tersebut seterusnya akan menimbulkan banyaknya sampah - sampah visual. Sebaiknya di tengah kemajuan yang sangat pesat ini masyarakat tidak dengan begitu mudah untuk mengonsumsi semua informasi yang ada.
ReplyDeleteGrace Yellow Sihite / 1812511028
selamat pagi pak. saya sependapat dengan tulisan diatas dikarenakan hoax ini terlalu berhasil mengambil perhatian masyarakat indonesia Kemudahan itu seringkali memancing atau menjebak masyarakat pada bentuk-bentuk komunikasi yang tak penting. Lebih jauh, hal ini diperparah dengan psikologis masyarakat pengguna media sosial di mana seseorang yang mengoperasikannya ibarat "mengintip lewat lubang kunci" tetapi ia tak sadar jika dirinya juga sedang diintip juga. apa yang kita hadapi dalam era internet ini adalah bercampur-baurnya antara informasi benar, informasi salah, dan keyakinan. penggunaan media maya sebagai sarana politik praktis juga cenderung mengarah pada praktek-praktek provokatif dan berpotensi memecah-belah persatuan bangsa. misalnya saja pada media sosal twetter yang digunakan sebagian oknum sebagai sarana propokatif yang efektif untuk memecah persatuan bangsa indonesia. Sementara, dunia maya atau kultur masyarakat jaringan sesungguhnya bisa menjadi modal strategis dalam memperkokoh integrasi nasional.
ReplyDeleteMuh.kadri/1812511002
Selamat pagi pak
ReplyDeleteSaya setuju dengan apa yang bapak sampaikan bahwa
"penggunaan media maya sebagai sarana politik praktis cenderung mengarah pada praktek-praktek provokatif dan berpotensi memecah-belah persatuan bangsa", memang di masa sekarang cukup banyak oknum-oknum yang menyebarkan informasi dan sebagainya yang bersifat provokatif. Banyak juga oknum yang melakukan aksi-aksi yang pada akhirnya akan di sebarkan di media sosial yang saya yakin bahwa tujuannya adalah untuk memancing massa turut bergabung atau meramaikan gerakan mereka. Cukup miris memang, teknologi atau dunia maya yang sebaiknya digunakan untuk hal-hal penunjang aktivitas yang positif kemudian malah digunakan untuk menunjang aktivitas yang sifatnya provokatif.
Saya juga sependapat bahwa keberadaan hoax di kehidupan sosial masyarakat tidak dapat benar-benar dihilangkan, namun memang bisa di cegah agar keberadaannya tidak semakin marak di masyarakat. Dibutuhkan kebijaksanaan masyarakat agar berita hoax tidak semakin marak. Ketika mendapat suatu berita masyarakat bisa menelitinya terlebih dahulu, menelusuri kebenarannya terlebih dahulu ketimbang langsung cepat-cepat menyebarkannya. Edukasi yang tepat tentang bagaimana menyikapi berita atau kabar yang keberadaannya belum tentu benar atau tidak bagi masyarakat sangatlah penting.
Terimakasih🙏
Santa Monika Manullang/1812511041
Maaf pak Lupa tulis
ReplyDeleteNama : Theresia sindianti mbere
Nim 1812511022
Selamat siang pak, Terima kasih atas penjelasan yang sangat menarik terkait pembahasan Hoax di atas. Sedikit saya ingin menanggapi Informasi yang bersifat hoax menyebar dengan cepat baik melalui saluran media sosial maupun grup di aplikasi chatting, misalnya WhatsApp, FaceBook, dan masih banyak lagi. Mengapa banyak orang yang mudah percaya dengan informasi-informasi hoax dan mengapa pula penyebarannya begitu masif meski kebenarannya belum dapat dipastikan?
ReplyDeleteJujur saya juga pernah menjadi salah satu korban dari berita bohong/Hoax tersebut, dan pada saat itu saya percaya Orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Misal seseorang memang sudah tidak setuju terhadap kelompok tertentu, produk, atau kebijakan tertentu. Ketika ada informasi yang dapat mengafirmasi opini dan sikapnya tersebut, maka ia mudah percaya. Secara natural, perasaan positif akan timbul di dalam diri seseorang ketika ada yang mengafirmasi apa yang dipercayai. Perasaan terafirmasi tersebut juga menjadi pemicu seseorang dengan mudahnya meneruskan informasi hoax ke pihak lain.
Namun, perbedaan saat saya termakan berita bohong pada saat itu untung saja saya tidak sampai dalam menyebar berita tersebut, tetatpi telah terlanjur percaya 100% pada berita tsb. Dan saya sekarang yang telah Dewasa beberapa hari pasca kejadian tersebut hanya akan malu bukan karena status telah menjadi korban Hoax, tetapi karena begitu mudahnya saya percaya terhadap berita bohong tsb, Sekian pengalaman saya terkait Hoax.
Terima Kasih
Yose Afry Lucky Ginting/1812511031
Selamat siang bapak. Terimakasih atas artikel yang menarik ini. Izin menanggapi. Dari tulisan bapak pada "Hal yang menarik dari masifnya produksi informasi daripada manufaktur nyatanya sekaligus membawa masyarakat pada era “kebingungan informasi”. Bagaimana tidak, setiap detik terjadi pembaharuan informasi dari segala penjuru dunia, dan lewat perspektif produsen informasi yang berbeda-beda, sudut pandang masyarakat sebagai pengonsumsi informasi pun menjadi beragam pula. Tak hanya itu saja, informasi yang begitu deras membanjiri masyarakat turut menciptakan morfologi sosial tertentu berdasarkan isu yang dibawa arus informasi tersebut". Menurut saya dengan kemajuan teknologi sekarang membuat hampir setiap orang diberikan kemudahan untuk mengakses dan mendapatkan berbagai informasi dari media apapun. Selain itu, informasi dari media juga selalu mengalami perubahan dengan cepat dan beragam. Orang dapat menangkap dan menafsirkan berbagai berita dengan sangat beragam dan berbeda satu sama lain. Namun belum tentu semua berita dari media memiliki kebenaran yang dapat dipercaya. Seperti banyaknya berita hoax yang marak menyebar di media. Berita hoax yang menyebar dapat menimbulkan berbagai masalah dalam masyarakat seperti provokasi. Oleh karena itu masyarakat harus pandai dan cermat dalam menyaring berbagai informasi yang diakses dan didapatkan dari berbagai media. Sekian terimakasih.
ReplyDeleteDevi Retno Wulansari/1812511030
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSelamat siang Pak, mohon izin untuk memberikan pendapat mengenai tulisan di atas. Saya sepakat mengenai pernyataan-pernyataan yang telah dituliskan di atas. Salah satunya mengenai adanya degredasi komunikasi dan sampah visual sebagai dampak negatif dari arus informasi yang berbasis jejaring internet. Pada kenyataannya memang sekarang ini terutama dimasa pandemi, berbagai informasi terkait kondisi tersebut bertebaran di media sosial, sehingga sangat memungkinkan adanya informasi-informasi hoax terkait pandemi virus corona bermunculan. Kemudian saya setuju, bahwa hoax yang sering bertebaran di dunia maya "tidak bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi". Oleh sebab itu kita sebagai pengguna media sosial aktif sudah sepatutnya dapat menyaring informasi mana yang benar dan mana yang bukan. Sehingga kita bisa terhindar dari informasi hoax yang bermuatan provokatif. Dengan adanya fenomena tersebut, membuat kita bisa terus belajar mengenai bagaimana perilaku yang bijak dalam menggunakan media komunikasi online.
ReplyDeleteNi Kadek Noviar Grace Chandra Putri/ 1812511027
Selamat pagi Pak Wahyu, saya setuju dengan artikel menarik di atas terkait hoax di masyarakat. Sebaran informasi setiap detiknya begitu cepat menyebar ke semua lini. Apalagi di era zaman sekarang, kebutuhan akan media sosial menjadi suatu keharusan hampir semua kalangan. Bijak, secara tepat menggunakan media sosial tentu akan berdampak positif. Akan tetapi, jika disalahgunakan justru akan menjerumuskan bagi penggunanya. Kecepatan informasi bukanlah segalanya. Namun, pengecekan secara teliti dari informasi itu penting dilakukan oleh penerima informasi. Di era sekarang banyak orang yang sengaja menyebarkan hoax untuk mencapai tujuan mereka. Jika masyarakat percaya, maka penyebar akan merasa senang karena apa yang diharapakan akhirnya terjadi. Sekian, terima kasih.
ReplyDeleteSisca Lely Fania 1812511029
Selamat siang pak wahyu, mohon izin sedikit menambahkan. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang cenderung mudah percaya pada hoax. Salah satu faktornya adalah orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Secara alami perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat afirmasi sehingga cenderung tidak akan mempedulikan apakah informasi yang diterimanya benar atau tidak dan bahkan mudah saja bagi mereka untuk menyebarkan kembali informasi tersebut.
ReplyDeleteTerimakasih
Syaefuddin Yusuf Dwiputra / 1812511010
Selamat siang pak, mohon izin berkomentar,
ReplyDeleteSaya setuju dengan apa yang terjadi pada masyarakat dunia pada saat ini, begitu banyak informasi yang hadir memang menjadikan masyarakat seperti hilang arah atau “kebingungan informasi” seperti apa yang disebutkan pada artikel, semua informasi diserap semua oleh masyarakat sehingga seringkali masyarakat bingung akan informasi mana benar mana salah, apalagi kehadiran teknologi saat ini dimana semua informasi pun bisa di edit sedemikian rupa, jika disertakan foto sebagai bukti pun alih bisa di edit dengan photoshop dan bahan editing lainnya. Jika membicarakan soal hoax saya teringat akan materi yang pernah bapak sampaikan pada mata kuliah sosiologi budaya dalam materi “Encoding dan Decoding TV” , dimana adanya posisi audiens dalam decoding dinamakan Posisi Dominan Hagemonik, disini audiens berposisi ketika mereka menyetujui dan mengamini begitu saja terkait informasi yang mereka terima. Sama halnya dengam masyarakat dunia pada saat ini seakan dalam ranah “kebingungan informasi” mereka menyetujui dan mengamini begitu saja informasi yang mereka terima, sehingga informasi hoax sekalipun tidak sengaja terkonsumsi, sebab adanya kepasrahan dalam menerima informasi.
Sekian bapak komentar dari saya, mohon maaf apabila ada kesalahpahaman kata yang saya ucapkan, Terimakasih.
Ida Ayu Putu Eka Marenita Putri/ 1812511033
Selamat siang Pak, sebelumnya terimakasih atas penjelasan yang telah diberikan. Disini saya sangat setuju dengan pendapat mengenai Hoax takkan bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi, ibarat sebuah pepatah, dimana ada kehidupan, di situ ada penyakit; begitu juga, selama ada jaringan internet, di situ akan selalu ditemui hoax. Dimana sekrang ini internet sebagai saluran informasi untuk menyampaikan informasi baik perorangan maupun pesan dari kelompok kepada kelompok lain. Maka hal itu kita harus lebih berhati-hati untuk menyampaikan pendapat atau informasi kepada khalayak umum. Akhi-akhir ini sering kali dijumpai mengenai berita hoax tentang penyebaran virus corona yang membuat sebagain masyarakat percaya dan dirugikan. Menanggapi berita hoax yang beredar masyarakat harus lebih cermat dan menyaringnya terlebih dahulu mengenai berita yang telah di dapatkan di media sosial sebelum menyebarluaskan nya. Terimakasih.
ReplyDeleteFatin Ismi Alda/1812511039
Mohon ijin memberikan komentar bapak. Menurut saya, perkembangan teknologi dan informasi saat ini telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat yang diharapkan berdampak positif. Namun nyatanya pun membawa dampak negatif, seperti hoax yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan mampu menimbulkan keresahan bagi masyarakat itu sendiri bahkan dapat memecah belah persatuan. Saya sependapat bahwa hoax takkan bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi, salah satunya yaitu dengan membangun daya pikir masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh hoax yang tidak bisa dipastikan kebenarannya, mengajak masyarakat agar cerdas dalam melakukan literasi informasi, dan mengecek kebenaran informasi sebelum menyebarkan lebih luas sebuah informasi melalui media sosial, dengan harapan mampu mengurangi "kebingungan informasi" di dalam masyarakat. Sekian yang dapat saya sampaikan pak, mohon maaf jika ada pendapat saya yang kurang berkenan. Terimakasih🙏
ReplyDeleteGiralda Martje Lawalata / 1812511021
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSelamat siang Pak Wahyu, terimakasih atas penjelasan. Saya sangat setuju pada penjelasan bapak yang membahas mengenai masifnya informasi di kalangan masyarakat dan membawanya ke era peleburan realitas nyata dan maya “kebingungan informasi” sehingga menyebabkan komunikasi yang kehilangan maknanya dan melahirkan sampah visual di masyarakat. Mengenai poin penyebab hoax tumbuh menjamur di masyarakat saya juga sependapat dengan bapak. Terlintas di pikiran saya mengenai penyebab pertama yang bapak jelaskan, menurut saya terdapat hal yang melatarbelakanginya yaitu masyarakat gemar membaca berita dengan judul bombastis walaupun kebenaran dari berita tersebut perlu dipertanyakan sehingga hal tersebut menyebabkan media terus memproduksi informasi hoax ini. Saya berpikir ada poin lagi yang menyebabkan hoax terus terjadi di masyarakat, saya berpikir hal ini dikarenakan kurangnya minat literasi dari masyarakat sehingga menghasilkan kebiasaan 'setengah-setengah' baik itu setengah membaca atau setengah memberikan informasi sehingga sampah visual ini dengan mudahnya diterima oleh masyarakat beresiko (baca: budaya literasi kurang) sehingga hal tersebut terus menerus terjadi dan secara tidak sadar melanggengkan keberadaan berita hoax tersebut. Terimakasih pak
ReplyDeleteKomang Ayu Widyantari/1812511046
Selamat siang Pak Wahyu, terimakasih atas penjelasan yang sangat menarik di atas. Saya sangat setuju dengan pendefinisian Giddens yaitu masifnya produksi informasi dapat membawa masyarakat pada era “kebingungan informasi”. Nyatanya memang saat ini informasi sangat dibutuhkan terlebih dimasa pandemi sekarang. Namun dalam mendapatkan atau membaca sebuah informasi, jangan langsung beranggapan bahwa informasi itu benar. Seperti yang sudah dijelaskan pada artikel diatas bahwa informasi dalam media online cenderung bertujuan untuk menaikkan rating atau kepentingan politik dengan cara membuat berita-berita yang menggoda. Contohnya kemarin terdapat banyak sekali informasi atau berita hoax yang muncul dan beredar ditengah pandemi seperti tentang cara-cara sederhana untuk menghilangkan virus covid-19 yang dibagikan melalui facebook, instargam, dan media lainnya. Informasi tersebut belum pasti kebenarannya dan membuat masyarakat menjadi kebingungan bahkan ada yang percaya, jika diteliti lagi bahwa dokter ahli vaksin tidak pernah mengatakan hal tersebut benar. Informasi "hoax" dimedia sosial memang tidak dapat dihapuskan, maka dari hal itu kita sebaiknya dapat menyaring lagi informasi yang beredar, memastikan benar tidaknya informasi, dan tidak langsung percaya dengan informasi yang ada.
ReplyDeleteTerimakasih.
Calvin Meloka/1812511034
mohon izin berkomentar pak terkait dengan postingan ini memang benar adanya bagaimana komunikasi seakan sudah kehilangan maknanya karena terlalu mudah untuk didistribusikan dan menurut saya juga suau informasi sudah kehilangan kesakralannya, mengingat zaman dahulu bagaimana penyebaran informasi tidak semudah sekarang (simbol-simbol asap, merpati, dan lainnya). dan dewasa ini memang media informasi tidak hanya digunakan untuk menyampaikan sesuatu namun juga digunakan untuk mencapai sesuatu, nah ironisnya sesuatu yang dicapai ini tak hanya bersifat positif tapi tak jarang juga negatif, salah satunya yang sedang marak adalah kabar hoax. dan saya kira di era modern juga memang lebih susah untuk menyeleksi mana kabar palsu dan mana yang bukan, namun harusnya dengan berevolusinya kabar hoax, pemikiran ktia tentang menyikapi kabar hoax juga harusnya bisa berevolusi, saya yakin jika dewasa ini kita mendapat sms mama minta pulsa pasti kita sudah tau itu adalah bohong, namun jika hoax terseut sedemikian rupa didesain dengan canggih dan bisa meyakinkan kita disanalah kita dipaksa untuk menjadi orang yang lebih teliti dan lebih skeptis lagi menyikapi suatu kabar hoax di era yang serba digital ini. Terimakasih Pak, mohon izin jika ada koreksi
ReplyDeleteTerimakasih Pak
Cokorda Agung Dharmasantika/1812511040
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSelamat siang bapak, mohon izin untuk berkomentar, saya setuju dengan hal diatas mengenai masifnya produksi informasi membawa masyarakat pada era "kebingungan informasi", hal ini disebabkan karena masyarakat sendiri menerima semua informasi yang masuk setiap detiknya tanpa menyaring terlebih dahulu informasi - informasi tersebut apakah informasi tersebut memang benar atau salah, kebingungan informasi yang ada pada masyarakat ini kemudian membuat dengan mudahnya informasi hoax berkembang dimasyarakat, karena masyarakat membagi semua informasi yang diperolehnya tersebut tanpa tahu kebenaran terlebih dahulu . Maka dari itu untuk mengatasi hal tersebut sangat penting adanya pemahaman yang harus dimiliki oleh masyarakat tentang bagaimana menyikapi informasi - informasi yang mereka peroleh dengan mengecek kebenaran terlebih dahulu agar tidak hanya sekedar membagikan tanpa tahu kebenarannya, dengan adanya pemahaman ini kemudian akan membuat masyarakat tidak mengalami kebingungan oleh informasi yang terlalu banyak serta berkurangnya informasi hoax yang berkembang dimasyarakat.
ReplyDeleteSekian komentar dari saya pak, apabila ada kekeliruan mohon bimbingannya. Terima kasih
Ni Wayan Linda Sari (1812511018
Selamat siang pa Wahyu. Izin berkomentar. Saya sangat setuju dengan penjelasan bapak yang menjelaskan "Hoax takkan bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi, ibarat sebuah pepatah, dimana ada kehidupan, di situ ada penyakit; begitu juga, selama ada jaringan internet, di situ akan selalu ditemui hoax." Menurut saya, untuk mencegah penyebaran Hoax dapat dilakukan dengan literasi media. Literasi media adalah pendidikan yang mengajari khalayak media agar memiliki kemampuan menganalisis pesan media, memahami bahwa media memiliki tujuan komersial/bisnis dan politik sehingga mereka mampu bertanggungjawab dan memberikan respon yang benar ketika berhadapan dengan media.
ReplyDeleteTerima kasih.
Ribka Bernita/1812511014
Selamat siang bapak, sebelumnya terimakasih atas penjelasan mengenai Posmodernitas, Degradasi Komunikasi, dan HOAX. Pertama-tama saya setuju bahwa perkembangan teknologi dan informasi membawa dampak positif dan juga negatif. Dampak positifnya yaitu kita mendapat kemudahan-kemudahan dalam berkomunikasi. Sementara dampak negatif yang dapat dilihat yaitu adanya "degradasi komunikasi” atau “komunikasi yang kehilangan makna", “perkosaan visual”, “kebingungan informasi", “sampah visual”, dan yang terakhir yaitu hoax. Semua dampak negatif tersebut terjadi dikarenakan arus informasi yang terus menerus mengalir pada era teknologi komunikasi ini. Kita sebagai konsumen dari teknologi ini sebaiknya dapat dengan bijak dalam menggunakannya, sehingga tidak terkena dampak-dampak negatif tersebut. Dampak negatif tersebut meresahkan masyarakat dan masyarakat masih sering terkena dampak negatif sampai saat ini. Maka dari itu perlu kesadaran dari diri sendiri untuk tidak langsung percaya akan berita atau informasi selain dari sumber yang terpercaya. Sekian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf bila ada kesalahan kata, terimakasih.
ReplyDelete(Alfia Tanjung/1812511047)
selamat siang Pak Wahyu, menurut apa yang saya ketahui tentang hoax yaitu suatu berita yg secara sadar dibuat melenceng oleh seseorang dari kenyataan yg sebenarnya. bagi saya hoax tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar. Karena jika kita lihat dari segi salahnya hoax yg beredar di masyarakat cukup menyita pendapat orang yang menyaksikan maupun membaca hoax tersebut karena dapat mengubah mind set seseorang yg awalnya berpendapat pro menjadi berpendapat kontra dikarenakan kemakan berita hoax. Namun dari segi benar si hoax, yaitu dimana hoax dapat memberikan pemikiran kreatif bagi orang lain untuk dapat berkreasi membuat hal yang heboh. Jadi bisa dikatakan jika hoax tersebut tersebar luas lalu menjadi bahan pertombangan banyak orang dalam berpikir, berpendapat maka hoax yang dibuat tadi termasuk sukses untuk hadir di tengah-tengah masyarakat. Jadi bagi saya dimana hoax itu selalu ada baik buruknya, tidak juga salah dan tidak juga benar. Tergantung tafsir orang memahaminya. sekian
ReplyDelete(Rafny Alnovira_1812511001)
ReplyDeleteSelamat sore pak wahyu, izinkan saya untuk berkomentar, jika terdapat kekeliruan mohon dikoreksi.
Terikait pernyataan Giddens mengenai posmodernitas. Dimana dikatakan bahwa hal yang menarik dari masifnya produksi informasi daripada manufaktur nyatanya sekaligus membawa masyarakat pada era “kebingungan informasi”. Jika dilihat dewasa ini, produksi informasi sangtlah masif, informasi akan terus diperbaharui tiap detik, menit bahkan tiap jamnya. Tidak asing lagi apabila informasi yang beredar itu tidak sepenuhnya sesuai dengan nyatanya. Informasi yang beredar itu diperantarai oleh media untuk di sebar luaskan kekalangan masyarakat. Informasi yang beredar pun tidak hanya satu atau dua, banyak sekali informasi yang disebarkan sehingga masyarakat akan mengalami kebingungan informasi. Tidak hanya itu informasi yang tidak sesuai dengan nyatanya (hoax) kerap kali dikonsumsi oleh publik, bahkan hoax kerap kali dikonsumsi oleh kalangan orang orang tua, dimana hal ini akan mengakibatkan adanya rasa ketakutan berlebihan terhadap suatu hal. Contohnya saja kumpulan ibu ibu PKK di desa saya yang kerap kali termakan Hoax dalan berbagai hal, bahkan mereka menerima informasinya entah dari mana, dan disebarluaskan di grup lalu dikonsumsi oleh semua anggota grup.
Fenomena masyarakat yang kerap kali termakan hoax didesa saya sendiri contohnya sangatlah lumrah dijumpai dikalangan para Ibu Ibu dan Bapak Bapak. Hal ini dikarenakan kurangnya daya kritis dalam menyerap informasi yang diterima.
Seperti yg dituliskan diatas, bahwa Hoax takkan bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi, ibarat sebuah pepatah, dimana ada kehidupan, di situ ada penyakit. Saya sangat setuju dengan pernyataan ini, bahwa hoax tidak bisa dihilangkan hanya bisa direduksi. Untuk itu masyarakat harus bisa seluwesnya membuka wawasan membuka daya kritisnya dalam menyikapi informasi yang di era digital ini semakin hari semakin berlomba lomba beredar di masyarakat.
Sekian dari saya pak terimakasih
Ni Kadek Suarningsih / 1812511037
Selamat siang pak, terimakasih atas artikel yang sangat menarik, terkhusus nya mengenai Hoax. Tidak bisa di pungkiri seiring berkembang nya zaman teknologi semakin berkembang, banyak orang yang menyalahgunakan kegunaan teknologi tersebut demi sebuah keuntungan, kepentingan atau demi menaikkan ratting yang akhirnya menimbulkan berita hoax untuk menarik perhatian banyak orang. Dan kemudian hal ini menimbulkan provokatif di dalam masyarakat dan berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Maka dari itu UU ITE yang telah di cetuskan pemerintah untuk melarang praktek-praktek ujaran kebencian di dunia maya sangat di perlukan untuk menangkap pelaku2 yang nantinya bisa memecah belah persatuan bangsa. Pesan yang dapat saya ambil adalah untuk selalu memakai teknologi dengan hal yang positif agar nantinya kita sebagai generasi penerus tidak melahirkan “sampah visual” di masyarakat. Sekian terimakasih
ReplyDeleteSonia Devi/1812511016
Terima kasih atas artikelnya pak, saya izin berkomentar
ReplyDeleteEra kebingungan informasi saat ini menjadi sangat sering terjadi mengingat informasi yang tersebar di media sosial terutama sangat banyak. Maka tidak heran jika manusia bisa termakan hoax. Saya setuju dengan kutipan artikel diatas "Hoax takkan bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi" informasi yang begitu banyak dimasyarakat tidak dapat kita hentikan, maka dari itu penting bagi kita untuk mengecek kebenaran dari informasi tersebut. Jika misalkan informasi yang kita peroleh tidak jelas sumbernya maka rantai penyebarannya cukup dikita saja, jangan sampai disebarkan, karena hal tersebut justru akan memimbulkan masalah. Point penting yang dapat saya ambil dari artikel tersebut bahwa penting bagi kita untuk terus meningkatkan minat literasi, agar kebingungan informasi sedikit tidaknya dapat diatasi.
Ni Komang Ayu Indra Yanti
1712511015
Selamat siang pak,menurut apa yang sya ketahui tentang hoax yaitu suatu berita atau pernyataan yang memiliki informasi yang tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang sengaja disebar luaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan ketakutan. Akan tetapi, ada juga hoax yang sengaja dibuat untuk membuat cara berpikir tentang suatu hal menjadi sesat karena berita tertipu atau opini hoax. Jika sebelumnya hoax - hoax ini disebar luaskan lewat sms ataupun email dengan banyak, maka hoax sekarang lebih banyak diunggah di media sosial seperti Instagram, facebook, Twitter, Path, Whatsapp, serta blog - blog tertentu . Maka dari itu dibutuhkan kehati - hatian dalam menerima suatu berita atau opini.selain itu terdapat beberapa faktor – faktor pendukung yang mengakibatkan semakin parahnya berita hoax yang diterima masyarakat. Kepercayaan terhadap berita hoax kemudian menjadikan masyarakat tidak cerdik dalam menerima berita tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu.Menurut kaca mata psikologi, salah faktor yang menyebabkan berita-berita hoax kemudian gampang dipercaya masyarakat serta begitu leluasa merajalela, disebabkan karena seseorang memang cenderung lebih gampang percaya akan sebuah berita yang sesuai dengan opini atau sikap yang dimilikinya.olehkarena itu pemerintah mengambil langkah tegas untuk menghukum siapapun yang menyiarkan berita kebohongan (hoax) Salah satu cara yang tepat bagi masyarakat dalam menyaring informasi hoax di media sosial adalah dengan menjalankan literasi media.Tujuan dasar media literasi ialah mengajar khalayak dan pengguna media untuk menganalisis pesan yang disampaikan oleh media massa, mempertimbangkan tujuan komersil dan politik di balik suatu citra atau pesan media, dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan atau idea yang diimplikasikan oleh pesan dalam berita. Literasi media menjelaskan mengenai bagaimana cara memahami, mengakses, mengevaluasi, dan memproduksi. Memahami disini adalah bagaimana masyarakat dapat memilih jenis informasi yang mereka inginkan. Banyaknya informasi yang dengan mudah didapatkan menjadikan masyarakat harus dapat memilih secara baik sesuai dengan yang dibutuhkan.
ReplyDeleteAnastasia.C.A.Fengi/1812511015
Selamat Sore Pak Wahyu 🙏
ReplyDeleteTerkait dengan isi artikel diatas, saya setuju dengan pembahasan degradasi komunikasi ini. Mengapa saya setuju, karena saya sendiri sudah merasakan bagaimana orang orang disekitar tidak bisa memanfaatkan komunikasi yang canggih ini dengan baik.
Dan banyak juga kita temui terkait informasi iformasi yang tidak ada unsur baiknya tersebar luar dan dapat diterima mentah mentah oleh para pengguna teknolgi komunikasi.
Sehingga hal ini , seperti yang bapak sampaikan banyak menimbulkan sampah visual. Dimana orang orang yg tidak bertanggung jawab telah mengotori pemikiran para pengguna teknologi terkait informasi tidak benar yang disampaikan tersebut.
Contohnya banyak masyarakat pengguna teknologi komunikasi yg canggih menerima mentah mentah informasi terkait perkembangan covid-19. Terutama bagi para orangtua yang biasanya percaya begitu saja dengan informasi yang tersebar luas. Padahal, informasi yg diterimanya itu belum tentu jelas sumber informasinya dari mana. Sehingga para orangtua tidak bisa membatasi dirinya untuk bertindak sengaimana informasi yg diterimanya.
Jadi, tugas kita para mahasiswa dan anak anak yang harus memahami betul bagaimana penggunaan teknologi komunikasi yang baik. Dan bisa menyaring berbagai informasi yang telah diterima melalui teknologi.
Diana Oktaviani - 1812511007
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSelamat sore pak Wahyu
ReplyDeleteTerima kasih atas pemaparan tentang berita hoax. Saya setuju mengenai penjelasan bapak mengenai degradasi komunikasi dan sampah visual sebagai dampak negatif dari arus informasi yang berbasis jejaring internet.
Perkembangan teknologi membuat masyarakat mampu mendapatkan informasi apa pun dari berbagai aplikasi media sosial. Semisal WhatsApp, line, Instagram dan hal ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu dalam menyebarkan berita hoax.
Contoh hoax yang saya pernah baca di beberapa media sosial adalah pemuda Bali yang berprofesi sebagai tukang las yang menciptakan lengan robot dan digerakkan langsung dari otak dengan alat pemicu yang ada di kepala. Setelah saya baca beberapa artikel bahwa berita tersebut adalah hoax. Karena pada proses pembuatan lengan tidak didasarkan komputerisasi. Menurut saya hoax mengaburkan informasi sebenarnya dengan arti membuat masyarakat semakin kebingungan.
Dalam hal itu, Masyarakat harus lebih cermat dan menyaring berita atau informasi yang beredar di media sosial.
Terimakasih pak.
Selamat sore
Nama :Pilipus Sijabat
Nim: 1812511013
Selamat sore pak,
ReplyDeletemohon izin berkomentar Degradasi Komunikasi dan Sampah Visual
Membanjirnya arus informasi memiliki sisi positif maupun negatif. Sisi negatif yang mulai dirasakan dewasa ini adalah terjadinya “degradasi komunikasi” atau “komunikasi yang kehilangan makna”. Degradasi komunikasi terjadi ketika kita serba dimudahkan untuk berkomunikasi; kapan pun dan dimana pun. Kemudahan itu seringkali memancing atau menjebak kita pada bentuk-bentuk komunikasi yang tak penting. Pakar komunikasi asal Inggris, George Mierson misalnya, membuat sebuah rumus: apabila dalam satu jam, lebih dari tiga ribu kata keluar dari mulut kita, maka itu bisa dipastikan sebagai “komunikasi sampah”. Hal inilah yang dimaksudkan Mierson sebagai komunikasi yang kehilangan makna, yakni ketika banyak hal remeh dan tak penting yang diungkapkan dalam proses komunikasi. Dapat kita lihat di masa sekarang begitu banyak surat kabar yang menyebarkan berita-berita hoax atau tidak benar, seringkali berita tersebut membuat resa masyaratakat atau bagi pembacanya, dan banyak juga oknum-oknum yang membuat berita- berita yang tidak benar demi mendapatkan uang, dan saya juga setuju dengan kalimat "apa yang kita hadapi dalam era internet ini adalah bercampur-baurnya antara informasi benar, informasi salah, dan keyakinan. Sintesis dari serangkaian hal tersebutlah yang kiranya dapat kita sebut sebagai “hoax”. " jadi untuk kita agar lebih pintar dalam mencermati berita -berita yang tersebar sekarang, terutama di media sosial.
Terimakasih
Dewi Supiyanti Marpaung
1812511005
selamat sore pak wahyu ,saya sangat setuju dengan artikel diatas dengan pembahasan yang menarik ,sedikit saya memberikan contoh tentang sampah visual ,dimana
ReplyDeletekita sendiri hampir setiap hari melihat iklan yang ditayangkan di tv atau spanduk dipinggiran jalan atau iklan yang banyak bersebaran di dunia maya yang disebut sebagai sampah visual ,dimana sampah visual kerap mengakibatkan kelelahan psikologis seseorang dikarenakan tertarik dengan suatu produk sehingga adanya niat untuk membeli tetapi tidak memiki cukup uang sehingga adanya ketertindasan terhadap dirinya atau tekanan. Inilah yang disebut Baudrillard sebagai “efek keterkejutan” dalam iklan. dan kita sendiri harus bisa membatasi diri kita supaya kita tidak mengakibatkan tekanan pada diri sendiri seperti contoh diatas.
ekspansi kapitalisme kian masif di tengah masyarakat dan nyaris tak mungkin menghindari yang namanya sampah visual.
dan kita perlu menguji mentalitas dan psikologis kita supaya tidak terbawa dengan iklan yang mengakibatkan tekanan pada diri kita sendiri dan harus menjadi bijak dalam menggunakan media.sekian terimakasih.
Stevani Dewi Clarita / 1812511004
Selamat sore pak izin untuk sedikit memberikan komentar. Dari pembahasan di atas menunjukkan bagaimana proses komunikasi dewasa ini sering terjadi secara sia-sia, maksudnya banyak keluar kata-kata yang hanya bertujuan untuk basa basi dan tidak langsung ke intinya. Hal ini yg kemudian di dunia maya berevolusi menjadi sampah visual dimana sampah visual yang dimaksud disini adalah kumpulan teks atau gambar berisi teks yang tak ada maknanya bagi kita, namun terpaksa harus kita konsumsi.
ReplyDeleteLebih lanjut lagi proses ini kemudian memunculkan fenomena hoax dimana adanya informasi-informasi yang tercampur aduk nilai kebenaran dan kepalsuannya. Hoax di Indonesia kini menjadi hal yang sangat sering dilakukan di Indonesia sebagai saalh satu sarana meraup simpati dan menggiring opini publik. Sungguh sangat disayangkan bagaimana komunikasi yang sebenarnya memiliki makna untuk mempererat dan menyambungkan antara satu individu dengan individu lain disalahgunakan untuk m memecah belah masyarakat. Walaupun memang persoalan ini telah diatur dan coba untuk ditahan lewat adanya UU ITE namun, tetap saja hal ini tak dapat sepenuhnya membendung pembentukan dan penyebaran hoax di masyarakat.
I Wayan Baskara Agastya/1812511045
Sebelumnya, terimakasih untuk penjelasan diatas yang begitu menarik serta pembahasannya yang cukup mendalam. Kemudian, saya mohon ijin menanggapi terkait artikel diatas.
ReplyDeleteBerbicara mengenai hoax, sepertinya hingga saat ini masyarakat masih cukup sulit untuk membedakan antara informasi asli dengan hoax. Hal ini pun mampu membuktikan bahwa kita sedang dilanda krisis rendahnya literasi.
Sependapat dengan pernyataan Giddens yaitu "Hal yang menarik dari masifnya produksi informasi daripada manufaktur nyatanya sekaligus membawa masyarakat pada era “kebingungan informasi”. Bagaimana tidak, setiap detik terjadi pembaharuan informasi dari segala penjuru dunia, dan lewat perspektif produsen informasi yang berbeda-beda, sudut pandang masyarakat sebagai pengonsumsi informasi pun menjadi beragam pula. Tak hanya itu saja, informasi yang begitu deras membanjiri masyarakat turut menciptakan morfologi sosial tertentu berdasarkan isu yang dibawa arus informasi tersebut".
Sebagaimana data lembaga penelitian Nielsen yang menyebutkan bahwa penduduk Indonesia setiap hari dapat menghabiskan waktu berselancar di dunia maya menggunakan komputer selama empat jam 42 menit, browsing melalui telepon genggam selama tiga jam 33 menit dan menghabiskan waktu di sosial media selama dua jam 51 menit. Dengan panjangnya durasi tersebut, maka akan semakin banyak waktu yang digunakan untuk membaca dan membagikan berita hoax. Kondisi ini lah yang menunjukkan bahwa masyarakat sedang berada pada era "kebingungan informasi".
Melihat fenomena diatas, tentunya sebagai kaum terdidik, harus bisa lebih bijak lagi dalam penyerapan informasi dimanapun. Setidaknya, kita dapat membantu mereduksi atau mengurangi berita hoax di berbagai sumber.
Sekian tanggapan dari saya. Mohon maaf apabila terdapat ketidaksesuaian kata. Terimakasih.
(Ni Made Dwi Agustina/1812511048)
Selamat sore pak wahyu
ReplyDeleteSaya setuju dengan apa yang bapak sampaikan bahwa
"penggunaan media maya sebagai sarana politik praktis cenderung mengarah pada praktek-praktek provokatif dan berpotensi memecah-bangsa.
Saya sependapat bahwa keberadaan hoax di kehidupan sosial masyarakat tidak dapat benar-benar dihilangkan, namun memang bisa di cegah agar keberadaannya tidak semakin marak di masyarakat. Dibutuhkan kebijaksanaan masyarakat agar berita hoax tidak semakin marak. Ketika mendapat suatu berita masyarakat bisa menelitinya terlebih dahulu, menelusuri kebenarannya terlebih dahulu ketimbang langsung cepat-cepat menyebarkannya. Edukasi yang tepat tentang bagaimana menyikapi berita atau kabar yang keberadaannya belum tentu benar atau tidak bagi masyarakat sangatlah penting
Silfi Rahayu putri
1812511019
Selamat sore Pak Wahyu, terkait dengan artikel ini yang garis besarnya membahas mengenai media sosial (dunia maya) saya ingin berpendapat bahwa di zaman sekarang ini media sosial selain dapat menggiring publik sebagai pravukator ataupun yang bersifat memecah belah bangsa serta menyebarkan hoax, media sosial juga dapat sebagai wabah untuk menjatuhkan seseorang ataupun reputasi seseorang. Contohnya saja seperti kasus seorang artis yang belum lama ini video "gelap"nya tersebar luas di Indonesia. Menurut saya, video tersebut pasti ada yang menyebarnya dengan tujuan tertentu. Tapi besar kemungkinan penyebar video tersebut bertujuan untuk menjatuhkan reputasinya sebagai artis yang cukup dikenal masyarakat Indonesia. Saya disini tidak membela tetapi berfokus pada kegunaan media sosia itu sendiri disalahgunakan untuk menjatuhkan orang lain dengan cara tertentu. Dan hal ini juga belum bisa dikatakan sebagai hoax karena kita belum tau itu dirinya atau bukan. Oleh karena itu dapat saya katakan bahwa media sosial di zaman sekarang ini kejam sekali. Manusia semakin pintar. Bukan lagi dengan cara membunuh untuk dendam kepada orang lain tapi dengan teknologi yang canggih inilah yang dapat membuat korbannya malu, trauma bahkan bunuh diri karena mentalnya tidak siap untuk menerima informasi buruk tentang dirinya.
ReplyDeleteTerimakasih, Pak.
Martha Fransiska Naidi
1812511003
Selamat sore pak Wahyu, terimakasih untuk penjelasan mengenai hoax yang telah disampaikan. Saya sangat setuju dengan pendapat hoax pada artikel diatas. Fenomena hoax yang sedang terjadi saat ini memang banyak ditemukan pada media sosial. Penggunaan media sosial sebagai media informasi sudah mulai meresahkan masyarakat dengan adanya informasi hoax yang tersebar secara bebas. Penyebaran hoax ini didukung dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Kepercayaan terhadap berita hoax menjadikan masyarakat menjadi kurang teliti menerima berita tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu. Salah faktor yang menyebabkan berita hoax gampang dipercaya masyarakat karena berita hoax tersebut sesuai dengan opini dan pendapat mereka. Salah satu contohnya adalah penyebaran hoax di Indonesia, hal ini banyak terjadi sejak masyarakat Indonesia mulai menyadari bahwa media memiliki kekuatan untuk memengaruhi opini publik. Pembuatan hoax pun menjadi salah satu alat untuk meraih perhatian publik. Misalnya saja di bidang politik, masyarakat tentunya memiliki pandangan politik yang saling berlawanan. Hoax dengan isu politik dapat menciptakan fanatisme pada diri seseorang terhadap tokoh atau pihak yang didukung, akibatnya banyak informasi yang seakan-akan salah satu pihak mempunyai banyak keburukan dan pihak yang lain tidak mempunyai keburukan. Hoax dengan topik politik dapat digunakan sebagai sarana untuk memengaruhi pandangan politik masyarakat, sehingga pada saat terjadi kegiatan politik maka akan banyak sekali hoax yang bertebaran dimedia.
ReplyDeleteBaity Nazihah/1812511042
Selamat sore pak Wahyu,terima kasih buat penjelasan yang sangat menarik ini yang membahas mengenai informasi yang saat ini sangat cepat tersebar ditengah-tengah masyarakat.Banyak informasi yang saat ini dapat memberikan dampak yang negatif maupun positif bagi kalangan masyarakat karena banyak nya informasi yang kita tidak tahun kebenaran atau fakta aslinya.Di zaman sekarang ini dampak positif nya bahwa informasi yang tersebar dapat diterima dengan cepat oleh masyarakat namun dengan informasi yang mudah didapatkan juga membuat masyarakat kurang berpikir kritis untuk mencari tahu kebenaran nya disamping emosional yang tidak terkendali apabila mendengar berita kriminal contohnya dapat membuat masyarakat sesaat hanya memikirkan apa yang mereka lihat tanpa mengetahui latar belakang dibalik kejadian tersebut.Hoax yang seperti itu yang sering membuat perpecahan dinegri ini karena cepat termakan berita-berita hoax.sehingga sangat disayangkan masyarakat yang hanya mencerna bulat-bulan isu dibidang politik,agama,ras,suku dll.
ReplyDeleteTerima kasih :)
Angli Rosalia Limbong
(1812511009)
Mohon izin Pak untuk memberikan komentar mengenai tulisan diatas. Saya setuju dengan pernyataan Kieron O'hara bahwa apa yang kita hadapi dalam era internet ini adalah bercampur-baurnya antara informasi benar, informasi salah, dan keyakinan, hal tersebutlah yang dapat disebut hoax. Dimana saat ini, penyebaran hoax sangat masif terjadi di Indonesia yang baru merasakan era internet. Penyebaran ini seringkali terjadi di grup-grup sosial media khususnya Whatsapp. Selain dua poin yang disebutkan pada tulisan diatas mengenai penyebab hoax tumbuh subur di Indonesia, saya juga menambahkan bahwa kurangnya budaya literasi dan kecenderungan masyarakat Indonesia untuk membaca tulisan singkat dan bersifat bombastis yang acapkali dijadikan pergunjingan dalam komunitas. Kemudian, saya juga setuju dengan pernyataan "hoax takkan bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi" dimana kita harus lebih cerdas memilah berita dan mencari berita dari berbagai sumber sehingga tidak terkurung pada satu pandangan saja serta harus menghilangkan sifat yang cenderung menyukai berita yang bombastis daripada berita yang berisi fakta. Sekian komentar saya, terima kasih.
ReplyDeleteDiah Putu Laksmi Ayudhari / 1812511036
Selamat siang pak, izin berkomentar
ReplyDeletePada zaman sekarang sangat mudah mendapatkan informasi karena semua masyarakat bisa membuat berita. Berita hoax mudah memecah belah bangsa ini karena masyarakatnya belum bijak dalam menggunakan ponsel pintar. Ponsel nya saja yang pintar orang nya tidak, demikian kata sebagian orang. Berita hoax yang mudah sekali menghasut untuk memecah belah bangsa tidak juga dapat dibedakan oleh masyarakat. Pada waktu pilpres banyak sekali hoax bertebaran dimasyarakat yang banyak disebarkan oleh orang tua kita yang memang masih “gagab” teknologi. Dengan begitu dirasa perlu UU ITE yang mengatur jari masyarakat agar tidak seenaknya dalam memposting sesuatu. Namun UU ITE bisa jadi boomerang tersendiri, contohnya seperti kasus ibu ibu menangih utang istri seorang polisi di facebook namun ia malah terkena jeratan UU yang memang mengatur hal semapas udh viral malah nyesal. biasakan berpikir jangka panjang dn jangan menunggu viral ujung ujungnya minta maaf. Terimakasih
Ni md melin sri wiguna (1812511011)
Selamat sore, Pak.saya setuju untuk tulisan tersebut. Bahwa pada saat ini informasi lebih masif produksinya dari manufaktur yang membawa masyarakat kepada kebingungan informasi.
ReplyDeleteDengan derasnya komunikasi menyebabkan komunikasi yang kehilangan makna. Dan menjadikan beberapa persepsi positif dan negatif.
Digitalisasi birokrasi di Indonesia pun yang masih belia, yang diharapkan sangat positif. Namun, masih banyak termanipulasi dan menjdikan persesi masyarakat yang menjadi negatif dengan kinerja para pelayn msyrakat.
Harapan masyrakat, birokrasi tersebut yang melayani dan memudahkan akses maupun hak serta kewajiban berwarganegara yang baik.
Gabriela Dona/1812511038
Selamat sore pak wahyu, izin memberi pendapat. Saya sangat tertarik dengan kalimat "Hoax takkan bisa dihilangkan, hanya bisa direduksi, ibarat sebuah pepatah,
ReplyDeletedimana ada kehidupan, di situ ada penyakit; begitu juga, selama ada jaringan
internet, di situ akan selalu ditemui hoax".
Contohnya jaman sekarang terutama kaum ibu-ibu termakan beberapa settingan oleh kaum yang ingin menaikkan "kelas sosial". Mereka yang termakan settingan tersebut seolah-olah menjadi kaum pendukung atau suporter. Sulit bagi kita yang tau bahwa itu adalah settingan untuk mengembalikan beberapa fakta atau mindset.
Jani Arta Situmorang_ 1812511023
Selamat sore bapak izin berkomentar sedikit pada tulisan bapak. Saya sangat setuju dengan pernyataan kieron Ohara yang menytakan bahwasannya internet merupakan wadah bercampur baurnya informasi benar , salah serta keyakinan. Bagaimana tidak di era ini tidak ada pembatas yang jelas bagaimana sistem informasi bertukaran. Informasi acapkali di terima secara mentah tanpa ada pemfilteran terlebih dahulu. Pengalaman saya pada lingkungan kerja ketika para ibu-ibu mendapat informasi yang belum tentu benar atau hoax malah begitu cepat diterima oleh komunitas. Ketika informasi yang di dapat dan fakta dilapangan berbeda disitulah awal mula konflik terjadi.
ReplyDeleteNamun tidak bisa dipungkiri ketika orang orang yang tidak mempergunakan kecanggihan teknologi dengan benar seringkali komunitas tidak mencari sumber data yang valid guna memperkuat argumen.
Alangkah baiknya sebagai pengguna yang baik kita harus lebih bijak dalam mengolah informasi yang di dapat dan memfilter semua informasi sebelum langsung menerimanya aplagi tanpa fakta yang benar. Sekian komentar dari saya, Terimakasih
Diana Yuni Pratiwi/ 1812511043
Selamat soreh pak wahyu. Saya sangat setuju dengan kalimat ini Hoax sebagai Kulminasi?
ReplyDeletePakar sosial-internet Kieron O’hara mengatakan bahwa apa yang kita hadapi dalam era internet ini adalah bercampur-baurnya antara informasi benar, informasi salah, dan keyakinan. Sintesis dari serangkaian hal tersebutlah yang kiranya dapat kita sebut sebagai “hoax”. Karena di zaman sekarang sudah terlalu banyak berita-berita hoax yang tersebar,Mereka menyebarkan berita yang tidak benar demi mendapatkan dana, jadi bagi kita harus lebih cermat dalam memilah berita.
Rudmeida Pipiana. 1812511006
Izin memberi komentar terkait tulisan ini Pak. Saya kurang sepakat terkait satu hal dalam tulisan ini, yakni pada bagian degradasi komunikasi dan sampah visual. Degradasi komunikasi atau komunikasi yang kehilangan makna dikaitkan dengan komunikasi tidak pening yang melahirkan sampah visual. Kemudian penulis menulisnya bahwa sampah visual tersebut begitu massif diproduksi pada era banjirnya produksi informasi sehingga membua terpaksa kita konsumsi. Pada bagian ini, masyarakat seolah hanya sebuah objek yang mengkonsumsi. Meskipun saya dapat memahami dikarenakan penulis sebelumnya menggunakan landasan-landasan posmodern yang kemudian belanjut pada bagian ini. Barangkali juga seperti yang pernah bapak bilang, karena keterbatasan epostemologi. Namun, menurut pendapat saya, masyarakat perlu diposisikan sebagai subjek sebagaimana hakikatnya manusia. Informasi-informasi yang dikategorikan sampah visual dapat ditangkal oleh masing-masing individu. Kita dapat memilih informasi apa yang akan dan ingin kita konsumsi. Diantaranya ada beberapa dalam sosial media yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah kita mengkonsumsi informasi yang tidak perlu dan tidak relevan dengan diri sendiri. Kemudian saya juga sepakat apabila adanya UU ITE mengintervensi ruang publik yang ideal, sayangnya, selain kita belum cerdas menyikapi era banjir informasi, kita juga belum cerdas menegakkan dan menafsirkan hukum yang berlaku, kini banyak orang-orang yang tidak layak dipidana justru masuk penjara akibat berbagai pasal karet dalam UU ITE.
ReplyDeleteNi Nyoman Galuh Sri Wedari/1812511044. Mohon maaf saya baru memberi komentar pak dikarenakan kesalahan dan kelalaian saya dalam melupakan tugas ini secara tidak sengaja. Hal ini dikarenakan pemberian tugas bertepatan saat saya sedang ada kesibukan yang lain. Mohon maaf atas kelalaian saya ini pak… terimakasih..
Selamat pagi pak
ReplyDeleteSaya ingin berkomentar tentang refleksi dimana hoax dikatakan tidak bisa dihilangkan.yang seeprti pepatah berkata selama ada internet maka akan selalu ditemui hoax. Memang sangat sering terjadi hoax seperti yang sering terjadi didunia maya akibatnya banyak manusia yang tertipu dan percaya akan hal tersebut. Namun seiring berjalannya waktu masyarakat yang percaya akan hoax tersebut akan tenggelam didalamnya.terutama di indonesia semakin banyak yang menggunakan internet(dunia maya) maka akan semakin banyak pula masyarakat yang akan tenggelam dalam akan hoax tersebut.namun saya pernah baca disitus upaya mencegah terjadinya hoax bisa dilakukan jika masing masing masyarakat memahami dan teliti akan informasi tersebut.mencari bukti akan informasi dan kebenaran tersebut walau kadang banyak masyarakat pengguna dunia maya kadang tidak mau tau akan hal tersebut. Namun pasti saja ada orang yang akan tetap taat bahwa ketika hoax tersebut tersebar maka ia akan terlebih dahulu mencari kebenaran dari informasi tersebut.terkadang masyarakat yang sering tenggelam dalam hoax adalah orang yang kekurangan informasi yang dimana sebelum membagikan (shere) suatu berita maka terlebih dahulu mencari kebenarannya.
Jadi menurut saya hoax itu bisa dihilangkan atau dimusnahkan dengan menanamkan suatu sikap yang peduli akan dampak dari hoax tersebut. Dan semakin sering kita memberikan informasi yang baik dan terpercaya maka pengguna dunia maya tidak akan bisa tenggelam didalamnya.
Nama: Edy Diyana Siagian
Nim:1812511008
Mohon maaf pak baru bisa memberikan komentar karena dikampung sedang terjadi masalah dengan sinyalnya. Terimakasih
Selamat malam pak, sebelumnya saya minta maaf atas keterlambatan memberikan pendapat terkait topik ini dikarenakan saya baru bisa membuka WA pada tanggal 25 Desember ini karena handphon saya mengalami kerusakan dan masuk konter pak.
ReplyDeleteSebelumnya terimakasih atas penjelasannya pak. Saya pribadi sangat tertarik dengan sub Hoax
Selamat malam pak, sebelumnya saya minta maaf atas keterlambatan memberikan pendapat terkait topik ini dikarenakan saya baru bisa membuka WA pada tanggal 25 Desember ini karena handphon saya mengalami kerusakan dan masuk konter pak.
ReplyDeleteSebelumnya terimakasih atas penjelasannya pak. Saya pribadi sangat tertarik dengan sub Hoax sebagai
Selamat malam pak, sebelumnya saya minta maaf atas keterlambatan memberikan pendapat terkait topik ini dikarenakan saya baru bisa membuka WA pada tanggal 25 Desember ini karena handphon saya mengalami kerusakan dan masuk konter pak.
ReplyDeleteSebelumnya terimakasih atas penjelasannya pak. Saya pribadi sangat tertarik dengan sub Hoax sebagai kulminasi? Pakar sosial-internet Kieron O’hara mengatakan bahwa apa yang kita hadapi dalam era internet ini adalah bercampur-baurnya antara informasi benar, informasi salah, dan keyakinan. Sintesis dari serangkaian hal tersebutlah yang kiranya dapat kita sebut sebagai “hoax”. Kerapkali suatu citra adalah benar, namun teks yang menyertainya salah, begitu pula sebaliknya: teks yang benar, tetapi citra yang salah; atau yang lebih parah lagi ketika baik keduanya salah sehingga informasi palsu absolut tercipta. Setidaknya terdapat dua poin utama penyebab hoax tumbuh subur di tanah air dewasa ini. Pertama, beralihnya media offline pada online sehingga terkadang memancing produsen informasi membuat berita-berita bersifat bombastis, mengusik, berikut menggoda demi menaikkan rating mengingat pemasukan mereka beralih pada iklan-iklan online. Kedua, kepentingan politik praktis. Agaknya, dunia maya menjadi sarana yang paling mudah dan murah untuk melancarkan kepentingan ini.
Dan pada masa sekarang ini kita hidup di masa itu dimana kita dikelilingi oleh begitu banyaknya informasi mengenai berbagai hal dan mirisnya persentasenya lebih banyak yang hoax atau berita palsu atau tidak jelas kebenarannya, seakan-akan informasi yang aktual menjadi sesuatu yang langka. Kira-kira begitu pendapat saya pak. Terimakasih pak.
Nama : M. Syukur
NIM :1812511012